Pembagian Teori Belajar Dan Pembelajaran
Pembagian Teori Belajar Dan Pembelajaran |
Teori adalah serangkaikan prinsip yang diterima secara ilmiah yang ditawarkan untuk menjelaskan sebuah fenomena. Teori memberikan kerangka-kerangka pikir untuk menginterpretasikan observasi-observasi lingkungan dan berfungsi sebagai jembatan-jembatan yang menghubungkan antara penelitian dan pendidikan (Suppes, 1974). Temuan temuan penelitian dapat diorganisasikan dan dihubungkan secara sistematis dengan teori-teori yang ada. Tanpa teori, orang akan melihat temuan-temuan penelitian seperti kumpulan data yang tidak beraturan karena para peneliti tidak memiliki kerangka-kerangka yang menyeluruh untuk menghubungkan data-data yang mereka peroleh. Bahkan, ketika para peneliti mendapatkan temuan-temuan yang tampaknya tidak secara langsung berkaitan dengan teori-teori, mereka masih harus berupaya memahami data-data dan menentukan apakah data-data tersebut mendukung prediksi-prediksi teoretis.
Belajar dapat dipandang sebagai interaksi dengan lingkungan, dengan memperoleh masukkan dalam situasi yang problematis. Istilah "proses belajar-mengajar" sudah tidak asing lagi. Learning by doing, learning by experience, itulah pedoman dalam proses pembelajaran. Ini berarti bahwa dalam proses belajar, peserta didik hendaknya sebaik mungkin digiatkan dengan berbagai "cara" atau "metode". Mengajar berarti menciptakan situasi yang merangsang peserta didik, untuk berpikir dan memecahkan masalah.Belajar sebagai bagian yang sederhana dari pendidikan, supaya mempunyai kerangka terarah dalam proses kegiatan belajar, diperlukan landasan teori teori yang membantu. para ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimental mengenai teori pendidikan atau juga disebut sebagi teori belajar, teori teori tersebut berkembang di berbagai negara dan dijadikan referensi bagi para pendidik ataupun layanan pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Teori belajar secara umum dapat di kelompokan dalam empat aliran. Meliputi a) bahaviorisme b) teori kognitivisme d.) Kontruktivisme d.) Humanisnik
A) Behaviorisme
Menurut aliran behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru dengan hasil interaksi antara stimulus dan respon. Penekanan dalam teori ini hanya pada perilaku yang dapat dilihat dan tanpa memperhatikan perubahan perubahan atau proses-proses internal yang terlibat di dalamnya. Teori-teori belajar yang termasuk dalam teori belajar behavioristik antara lain teori classical conditioning dari Pavlov, Connectionism Thorndike, teori operant conditioning dari Skinner
Pakar aliran ini antara lain:
1. Edward lee thorndike (connectionism)
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati).Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana caranya mengukur berbagai tingkah laku yang nonkonkret (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah banyak memberikan inspirasi kepada pakar Iain yang datang sesudahnya.
Teori Thorndike disebut sebagai "aliran koneksionis" (connectionism).Prosedur eksperimennya ialah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi-sisi kotak, dan cepat atau Iambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu akan lepas ke tempat makanan.
Hubungan akan bertambah kuat bila ada latihan, sebaliknya bila tidak terjadi latihan selama beberapa waktu, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah. Ketiga, hukum efek atau Law of effect, yaitu bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat bila sebuah respon menghasilkan efek yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila respon yang ada kurang memberikan efek yang menyenangkan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah, Paul Eggen dan D. Kauchak (1997)
2.Ivan Petrovich Pavlov (classical conditioning),
Pavlov adalah seorang ahli psikologi dari Rusia. Inti sari dan pendapat Pavlov mengenai motif belajar, yaitu Conditioning adalah suatu motif belajar yang memungkinkan organisme memberikan respons terhadap suatu rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan respons itu, atau suatu proses untuk memperkenalkan berbagai reflek menjadi sebuah tingkah laku. Jadi, classical conditioning sebagai reflek menjadi sebuah tingkah laku melalui proses persyaratan (conditioning process). Pavlov beranggapan bahwa motif tingkah laku organisme dapat dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan. Melalui percobaan Pavlov dengan kelakuan binatang menghasilkan teori dasar Stimulus-Respons yang berbunyi bahwa tiap bentuk kelakukan spesifik (R) akan dibangkitkan bila diberikan stimulus yang sepadan (S).Pavlov mengatakan bahwa satu-satunya fungsi otak ialah menghubungkan neuron-neuron untuk membangkitkan refleks yang membentuk kelakuan tertentu. Ini berarti bahwa stimulus (S) yang berbeda akan menimbulkan hubungan neuron (N) yang berbeda pula.
Bila ditelusuri, Pavlov yang pada saat meneliti anjingnya sendiri, melihat bahwa bubuk daging membuat seekor anjing mengeluarkan air liur. Maka yang dilakukan Pavlov adalah sebelum memberikan, bubuk daging itu adalah membunyikan bel. Setelah dilakukan beberapa kali pengulangan, maka anjing itu akan mengeluarkan Liurnya setelah mendengar bel berbunyi meski tidak diberikan bubuk daging.Teori classical conditioning yang dikembangkan oleh Pavlov didasarkan atas reaksi sistem tak terkontrol di dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem saraf otonom serta gerak reflek setelah menerima stimulus dari luar. Suatu hal yang terpenting dari teori ini adalah tentang metode yang digunakan dalam proses belajar dan hasil-hasil yang diperolehnya.
3. Burrhus frederic skinner (operant conditioning)
Skinner membedakan antara motif tingkah laku responden dan motif tingkah laku operan. Tingkah laku responden adalah motif tingkah laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas. Tingkah laku operan adalah motif tingkah laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang belum diketahui; semata-mata ditimbulkan oleh stimulus oleh organisme itu sendiri; belum tentu dikehendaki oleh stimulus dari luar.Menurut Skinner merupakan hal yang tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukankah banyak tingkah laku yang menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespons. Contoh: menekan tombol atau menginjak palang menghasilkan konsekuensi makanan. Atau contoh lain, umpamanya „di kelas seseorang memecahkan masalah atau menuntaskan suatu soal memberikan konfirmasi akan benarnya keterampilan yang dilakukan orang tersebut. Oleh karena itu, kunci memahami sebagian besar tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan terletak pada pemahaman antar hubungan situasi stimulus , respons organisme, dan konsekuensi respons itu.
B) Kognitivisme
Teori-teori belajar yang termasuk dalam kelompok teori kognitif antar lain teori cognitive field, theory schema, dan information-processing theory. Menurut teori cognitive field belajar merupakan perubahan dalam struktur kognitif, maksudnya apabila seseorang melakukan kegiatan belajar maka akan bertambah pengetahuannya. Dalam proses belajar ini yang lebih berperan adalah motivasi dan bukan reward.
1. Jean pieget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi, (2) akomodasi, dan (3) equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.Bagi seseorang yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada di benak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah yang disebut proses asimilasi. Jika seseorang diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar seseorang tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut equilibrasi proses penyeimbangan antara "dunia luar" dan "dunia dalam". Tanpa proses ini, perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tak teratur (disorganized).
2.Jerome bruner
Bruner (1960) mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran, misalnya, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata "kejujuran”.C)Konstruktivisme
Teori konstruktivisme menurut Moshman Fowler (1997) memandang belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan oleh pembelajar berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki Teori ini berfokus pada konstruksi internal individu terhadap pengetahuan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Catherine bahwa teori belajar konstruktif mementingkan proses dari hasil belajar. Oleh karena itu teori ini ada hubungannya dengan teori "meaningful learning" (kebermaknaan) dan Ausubel.
Sejalan dengan pernyataan di atas, David Jonassen (1999) yang dikutip oleh Reigueluth mengemukakan bahwa pembelajaran konstruktif berawal dari aliran filsafat konstruktivisme, yang menekankan pada konstruk pengetahuan individu dan kontrak sosial melalui pembelajaran interpretasi dan pengalaman dalam kehidupan. Dalam proses pembelajaran sebagai konstruksi pengetahuan, pemelajar secara aktif membangun pengetahuan di dalam ingatan dan ia menjadi seorang sensemaker. Sementara pembelajar adalah sang pemandu yang memberikan tugas-tugas akademis.
Menurut Mayer yang dikutip oleh Reigeluth bahwa belajar konstruktif tergantung pada aktivitas dari beberapa proses kognitif dalam pemelajar selama belajar, mencakup menyeleksi informasi yang relevan, mengorganisasikan informasi yang masuk, dan menginterasikan informasi yang masuk dengan pengetahuan yang ada
D)Humanistik
Humanistic. Dalam pembelajaran ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan agar peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sendiri dan peserta didik perlu melakukan sendiri berdasarkan inisiatif sendiri yang melibatkan pribadinya secara utuh (perasaan maupun intelektual) dalam proses belajar agar dapat memperoleh hasil.
Dalam teori belajar humanistis, belajar dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun dirinya mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tokoh belajar humanistik antara lain arthur w. Combs, abraham maslow dan karl rogers.
1.Arthur w. Cobms
Combs memberikan Lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa peristiwa itu dari persepsi diri, makin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku. Jadi, yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, akan makin mudah hal. itu terlupakan Olah siswa.2.Abraham Maslow
Teori maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: (I) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat pelbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, dengan apa yang Sudah ia miliki dan sebagainya.Source :
Dale H. Schunk, learning Theories an education perspective teori teori pembelajaran perpektif pendidikan, yogyakarta :pustaka pelajar, 2012.
Teguh triwiyanto, pengantar pendidikan, (jakarta: bumi aksara, 2014)
M. Sukardjo & ukim komarudin, landasan pendidikan konsep dan aplikasinya (jakarta :rajagrafindo, 2010)
Hamzah b. Uno, orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. (Jakarta: bumi aksara, 2010)
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar