3 Kerajaan Di Lereng Gunung Tambora
Tambora |
Sebelum meletusnya gunung Tambora, terdapat tiga kerajaan yang terletak di lereng gunung Tambora yaitu Sanggar, Tambora, Dan Papekat
Kerajaan Sanggar
Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu di sebelah timur kaki gunung Tambora. Pada tahun 1805 raja Sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail Ali Lujang, Pada abad ke-XIX, sebelum Tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah sekitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.
Ketika Tambora meletus pada bulan April 1815 sebagian besar penduduknya meninggal, dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang oleh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu, dan sebagaian ke Nggembe Bima. Dengan bantuan Gubernemen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke Sanggar. Gubernemen memberikan bantuan beberapa sena pan dan amunisi untuk menjaga diri dari serangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong-royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke-XX atau sejak Belanda menguasai pulau Sumbawa secara langsung, Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.
Kerajaan Tambora
Kerajaan Tambora yang terletak pada suatu jazirah pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Di sebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada di sekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun) Sebelum Tambora meletus, air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat Tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.
Ladang-ladang cukup dilembapi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan Agustus dan panen pada bulan Desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan. Setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias, pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu jiwa dan pada tahun 1815 atau setelah Tambora meletus penduduk kerajaan Tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar, selanjutnya bekas Kerajaan Tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan Tambora kini masuk dalam wilayah pemerintahaan Desa Tambora Kecamatan Pekat Dompu.
Kerajaan Papekat (Pekat)
Masa pemerintahan Kabupaten Dompu, nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah Desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat - Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata "Pepekat ".
Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali, hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan, meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu terus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar yang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus, akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabungkan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Dompu hingga sekarang ini
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar