Paragraf Deskripsi : Pengertian , Ciri Ciri , Pola Pengembangan , Pendekatan,Menyusun dan Memperbaiki
PENGERTIAN PARAGRAF DESKRIPSI
Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita sering mendengar orang menyebutkan atau mengucapkan, bahkan membaca di surat kabar di majalah hiburan, di internet, dan di buku-buku, perkataan paragraf deskripsi atau alinea deskriptif. Tidak hanya yang tertulis, tetapi juga diucapkan dalam berbagai pertemuan, seperti tatap muka di kelas, rapat, diskusi, seminar, dan lokakarya. Misalnya, seorang guru di depan kelas mengucapkan: "Anak- anak. coba perhatikan paragraf deskripsi wacana berikut". Namun, setelah mendengar atau membaca perkataan paragraf deskripsi itu, lalu apakah Saudara sudah memahami atau mengerti akan arti dan fungsi paragraf deskripsi? Padahal, ketika kita menulis surat, menulis laporan, menulis makalah atau kertas kerja, ataupun menulis wacana yang lain, tentu suatu saat menggunakan paragraf deskripsi
Kata deskripsi berasal dari kata bahasa Latin describere yang berarti menggambarkan atau memerikan suatu hal Dari segi istilah deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya. Karangan jenis ini bermaksud menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat dan gerak-geriknya, atau sesuatu yang lain kepada pembaca. Misalnya, suasana kampung yang begitu damai, tenteram. dan masyarakatnya yang saling menolong, atau suasana di jalan raya, tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi. Perlu Anda paham, sesuatu yang dapat dideskripsikan tidak hanya terbatas pada apa yang kita lihat dan kita dengar saja, tetapi juga yang dapat kita rasa dan kita pikir, seperti rasa takut, cemas, tegang, jik, haru, dan kasih sayang. Begitu pula suasana yang timbul dari suatu peristiwa seperti suasana mencekam. putus asa, kemesraan, dan keromantisan panorama pantai Singkatnya, karangan deskripsi merupakan karangan yang kita susun untuk melukiskan sesuatu dengan maksud untuk menghidupkan kesan dan daya khayal mendalam pada si pembaca (Supamo, 2001-43),
Dalam bahasa yang agak berbeda dijelaskan bahwa paragraf deskripsi adalah suatu bentuk pengungkapan gagasan yang terjalin dalam rangkaian beberapa kalimat yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Paragraf deskripsi juga disebut paragraf yang melukiskan atau memerikan suatu hal atau masalah dengan serinci-rincinya atau sejelas-jelasnya. Arifin (2008:131) menyatakan bahwa paragraf deskripsi ini melukiskan apa yang dilihat di depan mata yang berkaitan dengan ruang dan waktu. Jadi, paragraf deskripsi bersifat tata ruang atau tata letak dan juga waktu. Pembicaraannya dapat berurutan dari paling bawah hingga ke paling atas dari paling atas hingga paling bawah, dari depan ke belakang, dari belakang ke depan, dari samping kiri ke kanan, dan seterusnya. Dengan kata lain, paragraf deskripsi berurusan dengan hal-hal kecil yang tertangkap oleh pancaindra, terutama penglihatan. Untuk lebih jelasnya simak kutipan berikut ini.
Contoh 1
Wanagalih adalah sebuah ibukota kabupaten. Meskipun kota itu suatu ibukota lama yang hadir sejak pertengahan abad ke-19. kota itu tampak kecil dan begitu begitu saja. Seakan-akan usianya yang tua itu tidak memberinya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Tentu, pohon pohon asam yang besar dan rindang yang berderet sepanjang jalan raya yang membelah kota itu, yang saya kenal dengan sangat akrab pada masa kecil saya, telah tidak ada lagi dan diganti dengan pohon akasia yang tampak lebih ramping. Tentu, pasar di pusat kota itu telah digincu dengan sederetan kios-kios yang melingkar pasar sehingga dari luar tampak seperti pusat pertokoan kecil gaya baru. Akan tetapi. di balik kios dan toko itu, di pasar, orang masih menjual barang-barang yang sejak dulu hadir di situ dan yang saya kenal dengan akrab juga sejak masa kecil saya. Celana kolor komprang hitam dari kain kastup. celana terpercaya dari para petani, digantung berderet berdampingan dengan kutang kutang perempuan berwarna jambon, putih, dan hitam. Sabuk otok atau ikat pinggang besar dengan dompet di sebelah kiri dan kanan gesper, ikat pinggang terpercaya dari para petani bila pergi belanja ke pasar. Cemeti dan caping. Kemudian sayur-sayuran, nangka. nangka muda, ayam, dan bebek. Kemudian sederet penjual makanan, jajan, dan minuman. Nasi pecel, wedang cemoe, tepo atau tahu ketupat, dan segala macam jajanan pasar. Bau pasar itu masih sama juga. Sengak, kecut, busuk, dan kecing. Tentu, di pinggir kota sebelah selatan, sekarang ada sebuah terminal bus yang cukup besar yang menampung bus-bus dari Solo dan Yogya, dari Madiun dan Surabaya, bahkan dari Denpasar, yang siang malam nyaris tanpa hentinya keluar masuk terminal itu. Tentu, di daerah pemukiman di dalam kota, kita melihat di sana sini rumah-rumah dengan arsitektur gaya baru dari tembok. Akan tetapi, rumah-rumah penduduk dengan gaya lama masih tampak juga dalam jumlah cukup banyak. Rumah dari papan yang sekarang tampak agak melesak ke bawah ditarik oleh tanah Wanagalih yang hitam dan pecah-pecah, di sana-sini berbongkah-bongkah. Konon karena sifat tanah yang begitulah pemerintah kolonial dulu melarang membangun gedung tembok. Tanah Wanagalih yang ganas itu akan segara menghancurkannya. Rumah papan akhirnya memang akan melesak juga ke bawah, tetapi setidaknya akan secara pelan-pelan dari tahun ke tahun. Meski ada pertimbangan begitu, sekarang orang semakin banyak juga yang membangun rumah mereka dengan tembok....
(Umar Kayam, 2008:1-2, Para Priyayi: Sebuah Novel)
contoh paragraf deskripsi di atas diambil dari novel Para Priyayi karya Umar Kayam (Cetakan XII, Februari 2008, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta). Contoh 1 paragraf deskripsi yang kami petik ini terdiri atas beberapa kalimat, lebih dari 21 kalimat. Semua kalimat membicarakan satu persoalan pokok, yaitu tentang deskripsi ibukota kabupaten yang bernama Wanagalih. Oleh karena itu, paragraf deskripsi itu mempunyai satu topik pembicaraan tentang tempat yang bernama "Wanagalih" yang dijelaskan secara rinci oleh penulisnya melalui laporan pandangan mata yang berkaitan dengan ruang dan waktu, yaitu kota Wanagalih sudah hadir sejak pertengahan abad ke-19. kota kecil yang begitu begitu saja, tidak banyak ada perubahan, pohon-pohon asam di jalan raya Wanagalih diganti dengan pohon akasia yang lebih tampak ramping, pasar di pusat kota dihias dengan kios kios dan toko-toko kecil gaya baru, sementara di dalam pasarnya masih sama keadaannya seperti dahulu ketika penulis masih anak-anak, kemajuan kota yang terletak antara Solo dan Madiun itu di pinggiran kota sebelah selatannya telah dibangun sebuah terminal bus, yang ramai hilir mudik sepanjang harinya, dan di permukiman kota sudah banyak dibangun rumah dan gedung yang bertembok, meskipun masih ada rumah-rumah yang terbuat dari papan Rincian-rincian yang sekecil-kecilnya itulah yang membuat paragraf ini lebih jelas dipahami oleh pembaca tentang keadaan sebuah tempat bernama Wanagalih
CIRI PARAGRAF DESKRIPSI
Sebagaimana ciri paragraf lain, paragraf deskripsi memiliki ciri pokok menceritakan satu topik pembicaraan, atau satu subjek pembicaraan. Jika melihat dari 2 contoh yang dikemukakan di atas, topik pembicaraan hanya mengacu pada Wanagalih dan Abdul Hadi. Jadi, dilihat dari kesatuan inti gagasan yang dikemukakan, paragraf deskripsi tentu memenuhi hal ini. Topik pembicaraan Wanagalih misalnya, dikembangkan dengan rinci dan jelas, terang-benderang, dan sangat detil sehingga kita sebagai pembaca dapat membayangkan bagaimana kondisi kota tersebut.
ciri paragraf deskripsi yang paling membedakan dengan ciri paragraf lainnya adalah adanya keterjalinan kalimat-kalimat yang disusun dengan pancaindra pembacanya. Keterjalinan yang dibangun kadang juga menggambarkan dimensi ruang, waktu, suasana, atau bahkan rasa. Misalnya, jika si penulis mendeskripsikan suatu masakan khas Makassar, misalnya coto makassar, maka pembaca dapat membayangkan cita rasa, tampilan, dan hal lain yang berkaitan dengan masakan tersebut, termasuk sistem penyajian, yakni harga ketupat yang sudah termasuk dalam harga per porsi sehingga ketika pembeli memakan 1 atau 2 ketupat, maka harganya tetap seharga 1 mangkok coto. Keterjalinan tersebut kadang sampai menghipnotis pembaca sehingga mereka seakan dibawa dalam suasana yang diceritakan.
ciri paragraf deskripsi adalah
(a) menggambarkan sesuatu,
(b) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera,
(c) membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri
(http://id.wikipedia.org/wiki/Karangan, 2011)
POLA PENGEMBANGAN PARAGRAF DESKRIPSI
Setelah Anda memahami bagaimana ciri paragraf deskripsi, langkah selanjutnya yang harus Anda pelajari adalah bagaimana pola pengembangan dan pendekatan paragraf tersebut. Kedua hal tersebut penting mengingat untuk dapat menulis paragraf deskripsi, tentu harus ada teknik dan pendekatan yang dikuasai.
Pola pengembangan tersebut terdiri atas 3 hal, yakni (a) pola pengembangan paragraf deskripsi spasial, (b) pola pengembangan deskripsi subjektif, dan (c) pola pengembangan deskripsi objektif.
a. Pola pengembangan paragraf deskripsi spasial
Yang dimaksud dengan pola pengembangan paragraf deskripsi spasial adalah bahwa paragraf yang dikembangkan dengan menggambarkan objek khusus ruangan, benda, atau tempat. berikut adalah contoh lain paragraf deskripsi spasial.
Contoh
Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan adalah jalan yang rawan kemacetan. Setiap pagi, menjelang jam kerja, jalan yang menghubungkan Pamulang/Parung ke Lebak Bulus disemuti para pengendara motor dan pengguna mobil yang beriringan laksana bebek yang berbaris, kadang rapi kadang pula tidak. Iringan tersebut lebih kerap diselingi dengan "adu otot" untuk berebut celah yang sedikit longgar, mulai dari pertigaan Gaplek, Merica, Cirendeu, dan PDK. Semuanya merasa memiliki keterbatasan waktu sehingga harus terburu-buru. Sementara itu, tak kalah serunya adalah angkot D15 dan 106 yang dengan seenaknya menjadi raja, menjadi yang paling benar dengan alasan setoran dan kemudian menyerobot jalan orang. Sering mereka memaksa pemobil memberikan ruang untuk mereka yang awalnya tidak mau mengantre, memilih jalur kanan, dan kemudian memaksa minta jalur pengguna lainnya. Jika Anda mengendarai mobil dan situasi benar-benar "mengunci", lebih baik matikan mesin dan nikmati kemacetan tersebut disertai keikhlasan hati agar Anda menjadi tenang. Jika tidak, kunci roda atau bogem mentah sering menjadi alternatif terakhir. Alhasil, jarak Pamulang-Lebak Bulus yang waktu tempuh normalnya 25-30 menit acap kali berubah menjadi 1 2 jam.
b. Pola pengembangan paragraf deskripsi subjektif
Yang dimaksud dengan pola pengembangan paragraf deskripsi subjektif adalah pengembangan paragraf yang menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan perasaan penulis. Contoh pola pengembangan ini mudah ditemukan pada media massa nasional yang mengupas tentang kuliner, misalnya yang penulis kutip dari Rubrik Tren Santap di Kompas Minggu, 7 Agustus 2011 berjudul "Rasa Italia di Cirendeu" tulisan Budi Suwarna berikut ini.
Contoh
Sensasi rasa Italia cukup otentik terhidang di Signora Pasta. Tak usah jauh-jauh ke Palermo, namun cukup di Cirendeu, Tangerang Selatan. Sang pemilik. Pria Italia bernama Giuseppe Coglitore alias Pino dan Maria sang istri, akan menyambut tamu bagai kawan lama.
Bruchetta menjadi pembuka santap malam kami, Senin (1/8) lalu. Selanjutnya, kami menyantap beberapa menu lainnya seperti fusilli al tonno, gnocchi al podomoro, dan tentu saja pizza. Kami memilih pizza al Quattro dan signora pizza yang merupakan menu signature di restoran ini. Kulit pizza-nya tipis dengan taburan keju. Ketika masuk ke mulut. Pizza itu terasa lembut. Rasa gurih dan asinnya sungguh pas. Hampir tidak ada satu rasa yang meneror sendirian di lidah.
C. Pola pengembangan paragraf deskripsi objektif
Yang dimaksud dengan pola pengembangan paragraf deskripsi objektif adalah pengembangan paragraf dengan mendasarkan pada penggambaran objek dengan apa adanya atau sebenarnya. Untuk lebih jelasnya simaklah contoh kutipan berikut ini.
Pak Ridwan sudah mulai berdagang soto di sini semenjak medio 80'an; ia termasyhur sebagai salah satu pelopor soto Betawi daging goreng. Bukan hanya dagingnya yang digoreng setelah direbus, tapi juga seluruh bala jeroannya (usus, paru, dan babat). Tak heran apabila kegurihannya bertambah. Kuahnya yang tak didominasi kunyit seperti lazimnya soto Betawi, melainkan merah menyala oleh kandungan cabe merah yang substansial membuatnya tambah berkarakter.
Satu hal lagi yang lain dari lain: soto daging ini disajikan di atas piring, dan bukan di dalam mangkuk. Ini membuat jumlah dagingnya bertambah (dan juga harganya-Rp 35.000 per porsi!)
Jam makan siang adalah jam tersibuk-cobalah datang awal kalau Anda tak ingin berkelahi atau menunggu sampai bangkotan (kapasitas rumah makan ini sekitar 55 sampai 60 pelanggan). la juga salah satu contoh legenda yang secara fisik tak mencolok, rumah makan ini terletak sekitar 300 meter dari perempatan jalan Ciputat-Pondok Indah. la berada di sebelah kanan apabila Anda datang dari arah Pasar Jumat atau Lebak Bulus. Warnanya hijau, papan namanya nyaris tak kelihatan. Pelayanan super efisien menjamin bahwa aliran pengunjung cepat dan lancar. (Soto Betawi Sambung Nikmat oleh Laksmi Pamuntjak)
(http://igfg. vivanews.com/news/read/175596 soto betawi sambung nikmat 9 Agustus 2011)
PENDEKATAN PARAGRAF DESKRIPSI
pendekatan dalam paragraf deskripsi dapat dibedakan atas pendekatan ekspositoris, pendekatan impresionistik, dan pendekatan menurut sikap pengarang (Suparno, 2001:4.7-4.11). Untuk memperjelas pemahaman Anda, perhatikan penjelasan-penjelasan berikut ini.
a. Pendekatan ekspositoris
Pendekatan ekspositoris merupakan pendekatan dalam penulisan paragraf deskripsi yang disusun dengan tujuan dapat memberi keterangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca seolah-olah dapat ikut melihat atau merasakan objek yang kita deskripsikan. Dalam konteks ini, sesuatu cerita disusun secara lengkap atau agak lengkap sehingga pembaca dengan penalarannya dapat memperoleh kesan keseluruhan tentang sesuatu. Titik berat yang ditimbulkan adalah diperolehnya kesan yang lebih banyak didasarkan atas proses penalaran daripada emosional. Untuk lebih jelasnya cobalah Anda perhatikan contoh di bawah ini!
Contoh
Jangan lupa, ketika mau masuk masjid, ucapkan salam sambil perkenalkan bahwa Anda berasal dari Indonesia. Bila tidak dimengerti penjaga, katakan Anda dari Jakarta. Dan bila masih ada kesulitan, jangan segan-segan menggunakan password paling mujarab: Presiden Soekarno! Dijamin, petugas akan langsung mempersilakan Anda menikmati semua isi masjid sepuasnya karena Anda dianggap Soekarno Kecil.
Memasuki masjid ini terasa sejuk di hati dan seolah berada di suatu tempat yang akrab dengan diri kita; tempat bersujud. Di atas pintu masuknya, sebuah kaligrafi berukuran sedang memberikan perintah berdasarkan ayat Tuhan: 'Masuklah dengan damai dan aman. Setelah melewati ruang penerimaan, kita akan langsung masuk ke dalam masjid lantai pertama yang mampu menampung lebih dari dua ribuan jamaah. Kubah yang dari luar berwarna biru, di dalamnya terdapat ukiran dan lukisan yang terpengaruh oleh budaya Arab dan menggantung di tengah tengahnya lampu bulat besar bertatahkan kaligrafi buatan Rusia dengan berat lebih dari 2 ton.
Dari kejauhan terlihat mihrab yang agung berwarna biru terbuat dari ribuan marmer yang didesain khusus. Di tengah-tengahnya terdapat siluet berupa kaligrafi yang menegaskan pesan-pesan Tuhan tentang kebaikan dan kebijakan yang harus dianut oleh umatnya. Di sampingnya, terdapat mimbar khotbah dengan tangganya yang tinggi terbuat dari kayu yang sangat terawat. Pada saat khatib naik mimbar, ia akan memegang tongkat yang merupakan pengganti tombak pada jaman para sahabat nabi.
Lantai dua dan tiga dipakai untuk salat jamaah wanita, sehingga tidak perlu sekat seperti yang ada di beberapa masjid. Uniknya, untuk bisa mengikuti salat berjamaah, para wanita hanya bisa melihat ke imam melalui dua cendera yang telah disiapkan. Melihat modelnya, jendela ini pastilah model jendela Mesir.
Pilar-pilar besar penyangga kubah dan lantai dua dan tiga dihiasi dengan aneka lukisan bunga yang lebih mirip budaya Rusia bagian Selatan. Pembagian ruangan yang lega serta kebersihannya yang terjaga membuat para jamaah betah berzikir di dalamnya. Di bulan Ramadhan tahun ini, jamaah salat tarawih tidak terlalu banyak atau hanya sekitar 300-an orang. Ini disebabkan puasa jatuh pada musim panas sehingga salat tarawih dilakukan hampir tengah malam sehingga banyak jamaah kesulitan mendapatkan transportasi umum pada saat pulang ke rumah. Ada juga kaligrafi terbuat dari kayu berukuran sekitar satu kali dua meter yang terpajang di samping ruang imam salat. Tembakan dua lampu dari samping dan atas memberikan nuansa tersendiri atas tatahan indah surah al-Fatihah yang berada di tengah-tengah ukiran model Bali. "Yang satu ini memang hadiah dari Presiden Megawati Soekarnoputri, sedangkan yang satunya dari mantan Wapres Jusuf Kalla," ujar sang Mufti Petersburg dengan bangga.
(http://travel.kompas.com/read/2011/08/05/17311434/Ngabuburit.ke. Masjid.Soekarmo.di.Rusia).
Sesuatu yang ditonjolkan pada karangan tersebut melukiskan adanya keterkaitan sejarah pembangunan masjid yang ada di Rusia tersebut dengan figur sang pencetus berdirinya masjid tersebut, Ir. Soekarno.
Deskripsi fiktif dapat juga menggunakan pendekatan ekspositoris. Untuk lebih jelasnya, cobalah Anda perhatikan contoh di bawah ini!
Contoh
"Rumah berukir itu sudah terhias seelok-eloknya, lain daripada keadaan sehari-hari. Sekelilingnya, di tepi dinding, sudah terbentang kasur dan di ruang tengah sudah terhampar permadani yang permai. Kursi dan meja telah diatur baik-baik di atasnya, tetapi tidak untuk diduduki tamu pertunangan. Adat lebih memuliakan tamu itu duduk di atas kasur beralaskan "lapik berlambak" yaitu pandan putih yang amat halus anyamannya dan berbilaikan kain merah. Tirai dan kelambu, kain pintu, dan lain-lain sudah terpasang. Sekaliannya itu daripada kain dan kasa yang berbunga-bunga dan amat permai rupanya. Tentang tiap-tiap ruang tergantung lampu di loteng dan di antara tiap-tiap pintu kamar ada cermin besar yang jelas kelihatan dari halaman. Gambar dan lukisan yang indah-indah tidak kurang, dan tergantung di sekeliling dengan beraturan. Barang siapa yang baru sekali saja masuk ke rumah berukir itu, niscaya ia akan heran tercengang-cengang melihat keindahan segala perkakas itu. Tentu saja ia akan berkata di dalam hatinya, "Memang kaya orang di rumah ini!"
(Salah Pilih, Nur Sutan Iskandar, 1997:92)
Kutipan di atas menggambarkan rumah gedang dan rumah berukir yang sangat bertolak belakang, yang secara dekonstruksi dapat ditafsirkan sebagai stereotip yang ingin ditonjolkan Belanda untuk mewakili dua warna dalam satu produk budaya, yakni Minangkabau. Rumah gedang dipandang sebagai rumah yang mewakili kutub positif, karena tata aturan rumah tersebut sangat bersahaja, meskipun pemiliknya kaum bangsawan. Sementara rumah berukir sebaliknya. Rumah tersebut mewakili kutub negatif karena aturan dan sikap sebagian penghuninya yang merasa lebih dibanding kaum sebangsanya. Sikap ini semata-mata tidak karena mereka kaum bangsawan, tetapi sikap mereka yang meniru gaya Belanda karena dalam adat Minangkabau, sikap "demokrasi" merupakan hal yang sudah lama dikenal. Pembandingan ini tidak disadari makin memperkuat dominasi Belanda dalam memandang bangsa pribumi sebagai bangsa yang tetap tidak dapat memosisikan diri sebagaimana bangsa Eropa seperti Belanda.
b. Pendekatan impresionistik
Pendekatan impresionistik merupakan pendekatan dalam penulisan paragraf deskripsi yang ditujukan untuk mendapatkan tanggapan emosional pembaca ataupun kesan pembaca. Corak deskripsi ini di antaranya juga ditentukan oleh kesan yang diinginkan penulisnya. Misalnya, kita membuat deskripsi impresionistik tentang sebuah kisah perjalanan wisata kuliner di kota Solo berikut ini.
Contoh
Jarum jam menunjukkan tepat pukul 00.00 saat saya sampai di Jalan Wolter Monginsidi, Solo. Saat kebanyakan orang sedang terlelap di alam mimpi, empat orang justru sibuk memasang tenda dan menata kursi di atas trotoar. Sekitar 30 menit kemudian, mobil-mobil mulai berdatangan dan merapat di dekat para pekerja. Tak seorang pun penumpangnya turun. Mereka, seperti juga saya, menanti ten warung Gudeg Ceker Margoyudan kelar didirikan.
Pemandangan tersebut tersaji tiap malam, bak lentera yang memikat serangga. Gudeg Ceker Margoyudan selalu diselimuti pembeli yang rela datang bahkan 1,5 jam sebelum warung resmi dibuka. Udara dingin tak mampu menyusutkan gairah warga untuk mencicipi koleksi menu salah satu restoran terfavorit di Solo ini, meski itu berarti harus mengantre selama berjam-jam.
Warung yang dikelola Bu Kasno selama puluhan tahun ini merupakan salah satu ikon gastronomi di Solo, Jadwal operasionalnya selalu tetap tiap hari buka pukul 01.30 dan baru tutup di waktu subuh. Gudeg Ceker Margoyudan memang asli Solo, tetapi kandungan masakannya kurang lebih sama dengan gudeg yogyakarta, yakni buah nangka muda, krecek pedas, sayur tempe pedas, tahu dan tempe kuah gurih, serta keripik rambak. Bu Kasno menambahkan ciri khas pada kreasinya, yakni daging ayam plus ceker yang disajikan empuk dan gurih. Tak perlu berkomentar banyak soal kenikmatannya. Yang pasti, masakan Bu Kasno sanggup membuat kita rela melanggar aturan diet untuk tidak makan besar di waktu malam.
(Garuda Magazine, Edisi Agustus 2010 hlm 118)
Dalam kutipan tersebut, jelas terlihat bahwa penulis ingin menawarkan ulasan tentang Gudeg Ceker Margoyudan atas dasar impresi si penulis tersebut. Impresi ini didukung dengan penggambaran suasana pengunjung yang selalu ramai, keunikan rasa yang ditambah daging ayam plus ceker empuk dan guruh, serta ditutup dengan penegasan bahwa menu ini dapat menimbulkan pelanggaran disiplin tentang larangan menyantap makanan berat pada malam hari bagi mereka yang sedang diet. Pendeskripsian tersebut jelas menggambarkan bagaimana tanggapan pembaca ditantang dengan tulisan yang disajikan ini, yakni cita rasa sajian gudeg ceker yang menjadi ikon gastronomi di Solo.
Perhatikan juga contoh deskripsi impresionistik tentang suasana alam di bawah ini!
Contoh
Dari balik tirai hujan sore hari pohon-pohon kelapa di seberang lembah itu seperti perawan mandi basah, segar, penuh gairah, dan daya hidup. Pelepah-pelepah yang kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung. Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh embusan angin seperti tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona. Ketika angin tiba-tiba bertiup lebih kencang pelepah-pelepah itu serempak terjulur sejajar satu arah, seperti tangan-tangan penari yang mengikuti irama hujan, seperti gadis gadis tanggung berbanjar dan bergurau di bawah curah pancuran. Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di tanah lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan rimbun. Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali yang terpapar di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut, batang sengon yang kurus dan langsing menjadi garis garis tegak berwarna putih dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar kuning dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna cokelat kemerahan, ada bunga bungur yang ungu berdekatan dengan pohon dadap dengan kembangnya yang benar-benar merah. Dan batang batang jambe rowe, sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba pada lukisan yang terpajang di sana.
(Ahmad Tohari, Bekisar Merah, 1989:6)
Contoh di atas menggambarkan suasana alam pedesaan pada sore hari setelah hujan turun. Sebagai pengarang. Ahmad Tohari, begitu pandai menggambarkan objek deskripsinya. Penggambaran pelepah pohon kelapa yang meliuk-liuk 'diidentikkan' dengan gadis muda belia yang sedang mandi basah adalah bentuk pemunculan imajinasi pagi pembaca untuk membayangkan suasana yang sedang diceritakan. Sementara itu, kemiringan lereng yang digambarkan 'bak lukisan alam di Bali adalah sarana untuk menjelaskan bahwa lingkungan di tempat yang diceritakan adalah desa yang dihiasi dengan perbukitan.
C. Pendekatan menurut sikap pengarang
Pendekatan menurut sikap pengarang merupakan pendekatan dalam penulisan paragraf deskripsi yang sangat bergantung kepada tujuan yang ingin dicapai, sifat objek, serta pembaca deskripsinya. Dalam menguraikan sebuah gagasan, penulis mungkin mengharapkan agar pembaca merasa tidak puas terhadap suatu tindakan atau keadaan, atau penulis menginginkan agar pembaca juga harus merasakan bahwa persoalan yang tengah dihadapi merupakan masalah yang gawat. Penulis juga dapat membayangkan bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sehingga pembaca dari mula sudah disiapkan dengan sebuah perasaan yang kurang enak, seram, takut, dan sebagainya (Akhadiah, dalam Suparno, 2002:4.12).
Pengarang harus menetapkan sikap yang akan diterapkan sebelum mulai menulis. Semua detail harus dipusatkan untuk menunjang efek yang ingin dihasilkan. Perincian yang tidak ada kaitannya dan menimbulkan keragu raguan pada pembaca, harus disingkirkan. Penulis dapat memilih, misalnya salah satu sikap, seperti masa bodoh, bersungguh-sungguh, cermat, sikap seenaknya, atau sikap yang ironis (Keraf dalam Suparno, 2002:412). Marilah kita perhatikan contoh sebagaimana dipaparkan Suparno (2002:4.12) berikut ini.
Di hadapanku terbaring jenazah bekas muridku di dalam sebuah peti mati yang biasa disebut terbelo. Almarhumah sedang dihormati dengan suatu tata cara yang teramat ganjil, tanpa kehadiran ayah, ibu, dan saudara-saudara dekatnya. Bahkan tidak seorang kenalan lamanya pun nampak di sini. Padahal mereka semua tinggal di kota ini. Keharuan menyelinap ke dalam hatiku. Dan membersit pula pertanyaan: Mungkinkah aku akan menemui akhir hayat seperti Wati, disingkirkan sanak keluarga dan begitu terasing? Atau barangkali malah jenazahku kelak tidak diurus orang sama sekali seperti halnya mayat-mayat di medan peperangan yang ganas? Dan datanglah jawaban: Mungkin, mungkin, semuanya serba mungkin.
Sebelum suami almarhum muncul di depanku timbul pula pertanyaan tentang bekas muridku itu yang tertuju buat diriku sendiri: Prestasi apakah yang pernah dicapainya selama ini? Sudahkan ia merasakan kebahagiaan dalam usia yang belum mencapai dua puluh delapan? Alangkah singkatnya hidup ini.
(S.N. Ratmana, Mendiang dalam Suparno, 2002)
Kutipan cerpen di atas menggambarkan keterharuan tokoh aku melihat sosok Wati yang meninggal dalam usia muda dan dalam kondisi terasing dari keluarga dan handai tolannya. Kita dapat melihat sikap pengarang yang menyadari bahwa hidup ini sangat singkat dan kematian dirinya dapat pula dalam suasana keterasingan dan tidak menghasilkan prestasi apa-apa.
Berdasarkan contoh-contoh yang disajikan terdapat dua objek yang diungkapkan dalam deskripsi, yakni orang dan tempat. Atas dasar itu, karangan deskripsi dipilah atas dua kategori, yakni karangan deskripsi orang dan karangan deskripsi tempat (Suparno, 2002:4.14).
Menyusun dan Memperbaiki Paragraf Deskripsi
Dalam menyusun paragraf, apa pun corak pengembangannya, haruslah selalu memenuhi persyaratan pengembangan paragraf. Menurut Akhadiah dkk. (1999:148) sebuah paragraf yang baik mempunyai tiga syarat, yaitu (1) kesatuan, (2) kepaduan, dan (3) kelengkapan. Ketiga syarat tersebut juga sudah Anda pelajari pada paparan modul awal Buku Materi Pokok ini.
Dalam menyusun paragraf deskripsi, ketiga syarat tersebut harus hadir. Artinya, jika saat pengembangan terdapat kalimat yang tidak satu ide pokok, tidak menunjukkan kepaduan, dan tidak menunjukkan kelengkapan, maka kalimat-kalimat tersebut tidak dapat disebut membangun paragraf deskripsi. Untuk memperdalam pemahaman Anda, berikut kami sajikan paragraf deskripsi berikut ini.
Contoh
Petualangan lidah saya berlanjut ke warung tengkleng Bu Edi yang berlokasi di gapura Pasar Klewer. Pasar Klewer adalah salah satu ikon kota Solo yang terkenal. Buka tiap pukul 1.30 siang, warung ini lazim diserbu warga yang hendak menikmati "lundin" (lunch dinner--- makanan di antara makan siang dan malam). Layaknya tempat makan favorit, ia diantre pengunjung jauh sebelum jam buka.
Tengkleng kambing sekilas mirip gulai. Sebagai olahan kental, gulai disuka banyak orang. Perbedaannya terletak pada kuah---tengkleng tidak menggunakan santan. Daging yang masih menempel pada tulang dimasak hingga empuk dan tidak berbau, kemudian disajikan di dalam mangkuk atau piring. Yang unik dari tengkleng adalah kian besar tulangnya, kian disukai, yakni menyedot sumsum yang bercampur bumbu gurih langsung dari batang tulang. Bagi yang tidak menyukai daging yang menempel pada tulang, warung menyediakan daging dari bagian kepala, jeroan, serta otak.
(Dimodifikasi dari "Wisata Kuliner di Kota Batik", Garuda Magazine, 1 Agustus 2010 halaman 118).
Jika Anda cermati dua paragraf tersebut, apakah Anda mengetahui bagian mana yang mengacaukan ciri paragraf yang padu? Ya, Anda benar, kalimat kedua paragraf pertama adalah kalimat yang tidak satu bahasan, sementara kalimat ketiga paragraf pertama belum menggambarkan kemudahan pemaknaan karena konstruksi yang tidak lengkap. Sementara itu, dalam paragraf kedua kalimat kedua juga hadir "mengacaukan" kepaduan makna yang mestinya terjalin. Fokus pada tema yang dibahas menjadi terganggu dengan paparan tentang karakteristik gulai.
Contoh
Petualangan lidah saya berlanjut ke warung tengkleng Bu Edi yang berlokasi di gapura Pasar Klewer. Warung yang buka tiap pukul 13.30 ini lazim diserbu warga yang hendak menikmati "lundin" (lunch dinner... makanan di antara makan siang dan malam). Layaknya tempat makan favorit, pengunjung sudah mengantre jauh sebelum warung tersebut dibuka.
Tengkleng kambing sekilas mirip gulai. Perbedaannya terletak pada kuahnya. Jika kuah gulai menggunakan santan, maka tidak demikian dengan kuah tengkleng. Daging yang masih menempel pada tulang dimasak hingga empuk dan tidak berbau, kemudian disajikan di dalam mangkuk atau piring. Yang unik dari tengkleng adalah kian besar tulangnya, kian disukai, karena pelanggan akan menyedot sumsum yang bercampur bumbu gurih langsung dari batang tulang. Bagi yang tidak menyukai daging yang menempel pada tulang, warung tersebut menyediakan daging dari bagian kepala, jeroan, serta otak.
Jika mengacu pada paparan sebagaimana Contoh 12 tentu Anda memahami betul bagaimana prinsip kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan, bukan? Penjelasan ini tentu saja sekaligus membantu Anda bahwa ketika akan menulis suatu paragraf deskripsi, batasi pembahasan pada satu topik yang menjadi sentralnya.
untuk membantu mempermudah Anda dalam menyusun paragraf deskripsi, berikut ini disajikan rambu-rambu (Suparno, 2002:4.21) yang dapat Anda ikuti. Karena sifatnya rambu-rambu, Anda pun boleh mencari dalam bentuk dan cara yang mungkin berbeda. Langkah yang harus Anda lakukan setidaknya adalah:
1. Tentukan apa yang akan dideskripsikan: misalnya apakah akan mendeskripsikan orang atau mendeskripsikan tempat;
2. Rumuskan tujuan pendeskripsian: apakah deskripsi dilakukan sebagai
alat bantu karangan narasi, eksposisi, argumentasi, persuasi atau tujuan lain yang sifatnya reportase;
3. Tetapkan bagian yang akan dideskripsikan: kalau yang dideskripsikan orang, apakah yang akan dideskripsikan itu ciri-ciri fisik, watak, gagasannya, atau benda-benda di sekitar tokoh?, kalau yang dideskripsikan tempat, apakah yang akan dideskripsikan keseluruhan tempat atau hanya bagian-bagian tertentu saja yang menarik? Jadi, dalam tahap ini Anda harus mengumpulkan data dengan mengamati objek yang ditentukan serta menyusunnya ke dalam urutan yang padu;
4. Rinci dan sistematiskan hal-hal yang menunjang kekuatan bagian yang akan dideskripsikan: hal-hal apa saja yang akan ditampilkan untuk membantu memunculkan kesan dan gambaran kuat mengenai sesuatu yang dideskripsikan?, atau pendekatan apa yang akan digunakan penulis?
sumber: Keterampilan Menulis, M. Yunus dkk., 2013, universitas terbuka
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar