An-Nahyu (Kalimat Larangan dalam Bahasa Arab)
❖ An-Nahyu
An-Nahyu secara bahasa bermakna larangan, berasal dari bahasa Arab naha, yanha, nahyan artinya melarang. Setiap bahasa pasti punya kalimat yang bermakna larangan, siapa pun itu pasti membutuhkan kata larangan dalam berkomunikasi. Namun dalam menyusun kalimat larangan, setiap bahasa memiliki aturan tersendiri. Ahmad al-Hasyimi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan uslub an-nahyu adalah:
Kalimat larangan adalah permintaan untuk menghentikan sebuah aktivitas dengan superioritas orang yang meminta. Artinya, secara makna dasar kalimat tersebut berisi pengharusan kepada mitra tutur untuk menghentikan aktivitas tertentu. Redaksi kalimat larangan dalam bahasa Arab adalah dengan menyambungkan fiil mudhari dan la annahiyah. Bentuk ini merupakan bentukan dasar dari kalimat larangan ( an nahyu), namun dimungkinkan juga secara makna an-nahyu dibentuk dengan bentuk lain, misalnya isim fiil amar yang artinya larangan seperti shah/shahun (diam/jangan ngomong), atau bisa juga dengan menggunakan fiil amar yang tujuannya melarang, misalnya “da‟ (biarkanlah/jangan melakukan apapun), “ ijtanib” (jahuilah/jangan mendekat), “utruk” (tinggalkanlah/ jangan di sini).
Diantara beberapa cara membentuk uslub nahy yang paling banyak digunakan adalah dengan menjazmkan fiil mudhari dengan la annahiyah. Huruf “la” diletakkan di depan fiil mudhari, setelah ada “la annahiyah” maka kalimat setelahnya akan dibaca jazm. Ada dua laa yang secara tulisan sama persis dan sama-sama masuk dalam fiil mudhari namun secara fungsi berbeda, yaitu “la annahiyah” dan “la annafiyah”. Perbedaan antara la annahiyah dan la annafiyah selain ditinjau dari maknanya, secara kasat juga bisa dilihat pada harakat akhir pada fiil mudhari setelah kemasukan huruf “la”. Fiil mudhari setelah kemasukan huruf “la annahiyah” dibaca jazm, namun la annafiyah tidak menyebabkan perubahan harakat pada fiil mudhari.
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. 2:6)
huruf “la” adalah huruf “la annafiyah” yang berarti “tidak”, mereka tidak beriman. Fiil mudhari “yu’minuuna” tetap seperti semula ketika didahului “ la an-anfiyah”, menjadi “la yu’minuuna” tanpa perubahan di akhir kata “ yu’minuuna”.
Contoh di atas adalah fiil mudhari yang jamak . Sedangkan fiil mudhari yang failnya mufrad dan berakhir dengan huruf shahih, ketika ke masukan “la annahiyah” maka huruf akhirnya dijazmkan dengan sukun. Namun ketika yang mendahuluinya adalah “la annafiyah” maka harakatnya tetap dhammah sebagaimana harakat asli fiil mudhari
❖ Uslub An-Nahyi
Uslub nahyi kebanyakan menyaran kepada orang kedua ( muk hatab), namun sebenarnya dia juga bisa menyaran kepada orang ketiga (gaib). Pengguanan la annahiyah mayoritas juga begitu, digunakan untuk orang kedua(muk hatab), namun bisa juga diperuntukkan untuk orang ketiga (gaib)
Selain menggunakan uslub nahyi, secara makna terkadang larangan juga menggunakan uslub nafyi yang tujuannya adalah nahyu (melarang). Dalam kajian ilmu ma’ani ada kajian tentang makna dasar ( al-ma’na al-wadh’iy/ al- ashliy) dan makna kontekstual (al-ma’na as-siyaqi/muqtadha ahwal). Seperti contoh huruf “la” yang masuk kepada fiil mudhari. Kajiannya bisa dilihat dari beberapa aspek, misalnya secara ma’na wadh’iy artinya ada dua, yaitu “jangan” dan “tidak” tergantung dimana dia ditempatkan. Kata “la” dalam uslub nahyi bermakna “jangan”, sedangkan pada uslub nafyi bermakna “tidak”. Namun secara ma’na assiyaqi (berdasarkan konteks tuturan) dengan melihat kondisi mitra tutur ( muqtadha ahwal al- muk hathabiin) bisa saja tujuan kalimat berbeda dengan kata dasarnya.
Uslub nahyi merupakan bagian dari k alam insya (kalimat non berita) yang secara wadh’iy bertujuan untuk memerintah, namun uslub nafyi masuk kategori kalam k habar (kalimat berita) yang secara wadh’iy bertujuan memberitahu (kalimat berita). Apabila kalimat itu sudah digunakan, maka akan terdapat perbedaan tujuan yang keluar dari makna dasa rnya. Yang awalnya kalimat berita bisa saja bermakna non berita begitu juga sebaliknya.
>>> Lihat kumpulan Materi PPG guru Bahasa Arab lain
Sumber: Modul Pendidikan Profesi Guru Modul 5. Adab Arabi (Sastra Arab) Penulis: Ibnu Samsul Huda, S.S., M.A.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar