Anak dengan Hambatan Intelektual
1. Pengertian anak dengan hambatan Intelektual
Ketika kita mendengar kata tersebut akan kita rangkaikan dengan kata “tunagrahita”. Tunagrahita dibentuk dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “grahito” berarti pikiran. Dengan demikian tunagrahita berarti kurang atau mengalami hambatan dalam berpikir. Hal ini dimaksudkan bahwa kondisi
tunagrahita berarti mengalami hambatan dalam proses berpikir. Hambatan dalam proses ini berdampak pada perkembangan yang lebih lambat dari seb ayanya. Hambatan intelektual merupakan terminology yang diserap dari intellectual disability. Terminology ini muncul silih berganti dan terminology terakhir yang digunakan adalah mentally Retarded (MR). Terminologi retardasi mental kemudian tidak digunakan lagi dengan alasan memunculkan stigma . Ke mu d ia n the American Association On Mental Retardation (AAMR) memberikan definisi untuk retardasi mental sebagai berikut:
“... mental retardation refers to substantial limitations in present function ing . I t is characterised by significantly subaverage intellectual functioning, existing concurrently with related limitations in two or more of the following applicable adaptive sk ills areas: communication, self-care, home living, social sk ills, community use, self-direction, health and safety, functional academics, leisure and work . Mental retardation manifests before age 18”.
Parmenter (2011) kemudian lebih menekankan pada istilah Developmental Cognitif Impairment. Hal ini dapat diartikan sebagai adanya kerusakan pada perkembangan kognitif sehingga berdampak pada (1) merawat diri,
( 2 ) Bahasa Ekspresif dan Reseptif,
(3) Belajar,
(4) Mobilitas,
(5) mengurus diri,
(6) kapasitas untuk hidup tanpa ketergantungan, dan
(7) mandiri secara ekonomi (Arc of United State, 2004).
Berdasarkan pemaparan maka kita dapat melihat antara terminology yang lalu dengan terminology yang berkembang saat ini. Hal ini menunjukan bahwa kajian tentang tunagrahita mengalami penambahan dimensi dalam melihatnya.
Apa yang dikemukakan oleh AAMR dan Parmenter tidak memperlihatkan adanya keterlibatan IQ dalam definisi tunagrahita. Dua pendapat tersebut melihat bahwa fenomena hambatan intelektual lebih dapat diamati. Pendapat -pendapat tersebut juga menunjukan bahwa saat ini lebih melihat hambatan intel ektual dari kajian yang lebih positif dari pada hanya membuat stigma.
Para calon seleksi P3K, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan Lambat Belajar? Apakah merupakan bagian dari Hambatan Intelektual ? Vasudevan (2017) mengemukakan bahwa Lambat Belajar bukan merupakan bagian dari Hambatan Intelektual. Hal ini disebabkan individu dengan kondisi lambat belajar dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik walaupun lebih la ma dari sebayanya. Dengan demikian pada hakekatnya anak -anak yang digolongkan dalam hambat belajar dapat belajar secara akademik walau waktu yang dibutuhkan lebih lama.
Pada pesrpektif tunagrahita yang lain, Lambat Belajar merupakan bagian dari tunagrahita dalam klasifikasi ringan. Hal ini berarti bahwa individu yang teridentifikasi tunagrahita ringan masih mempunyai kesempatan belajar area akademik. Jika dihubungkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Vasudevan bahwa individu dengan kondisi lambat belajar bukan merupakan bagian dari disabilitas intelektual yang disebabkan karena masih memp unyai kesempatan menyelesaikan tugas-tugas akademik maka hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Gage, Lierheimer dan Goran (2012) bahwa siswa dengan Mild Intellectual Disability (MID) dapat menerima kesempatan pembelajaran dalam kelas regular di dalam satuan pendidikan umum. Hal ini juga seperti yang kemukakan oleh Llyod (2011) bahwa anak-anak yang teridentifikasi termasuk di dalam High Incidence Disabilities dapat belajar pada akademik area. Berdasarkan pemaparan maka jelaslah bahwa lambat belajar merupakan kondisi dimana individu membutuhkan waktu yang lebih lama dan pembelajaran yang berbeda dari sebaya dalam mempelajari hal-hal yane bersifat akad emik . Ha l in i lah yang membedakannya dengan disabiitas intelektual dengan lambat belajar . Namun demikian jika kita kembalikan lagi pada terminology tunagrahita maka keseluruhan dari disabilitas intelektual dan lambat belajar mempunyai kesamaa n yakni keduanya mempunyai dasar hambatan yang sama yakni mempunyai tantangan dalam proses berfikir.
2. Faktor Penyebab anak dengan hambatan intelektual
Perlu diketahuai bahwa hasil penelitian yang dikemukakan Rud Turnbull, pada anak yang memiliki keterbatasan mental 12% penyebabnya terjadi ketika Prenatal, 6% penyebab nya ketika Perinatal, 4% penyebabnya terjadi keti ka Postnatal. Selebihnya 78% belum bisa ditentukan penyebabnya dari anak – anak (Yeargin-Allsopp, Murphy, Cordero, Decoufle, & Hollowell, 1997).
Faktor penyebab disabilitas intelektual disebabkan oleh factor internal. Factor internal tersebut disebabkan oleh factor biologi yang spesifik. Hal ini terjadi pda 50% lebih kasus-kasus disabilitas intelektual (Polloway, Patton, & Nelson, 2011) .
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Asosiasi Amerika Mental Retardation tahun 2002 bahwa 2/3 hambatan intelektual disebabkan factor biomedical yaitu factor kesehatan, nutrisi, gizi buruk, toksin, mercuri penyebab utama terhadap kesehatan janin (Batshaw & Shapiro, 2002).
Faktor penyebab lambat belajar disebabkan kemampuan intelektual yang rendah. Hal ini disebabkan karena sakit yang berkepanjangan, kerusakan fisiologis yang tidak terdekteksi (Vasudevan, 2017). Hal ini bersumber dari kondisi fisiologis anak.
Selanjutnya fenomena lambat belajar juga dapat disebabkan oleh factor eksternal, yakni factor yang berasal dari luar diri individu. Factor tersebut antara lain ; fasilitas rumah yang tidak memadai untuk belajar, kualitas dan kuantitas makanan yang buruk, kesempatan belajar yang kurang (pada kelas dengan populasi besar), kualitas mengajar yang buruk.
3. Karakteristik anak dengan hambatan intelektual
Asosiasi Kesehatan Mental Amerika dalam yang dikutip Turnbull menjelaskan bahwa ada tiga utama dalam karakteristik keterbelakangan mental yaitu dalam fungsi intelektual, keterbatasan dalam tingkah laku dan sosial
a. Keterbatasan fungsi Intelektual
Intelektual merujuk pada siswa yang umumnya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, memperhatikan informasi yang didapat, berfikir secara abstrak, mengingat informasi dan sesuatu yang penting, dan belajar dari pengalaman hidup sehari – hari. Seorang siswa walapun ia memiliki keterbelakangan mental, tetap saja dia memiliki dua kemampuan, kemampuan secara Intelektual dan kecerdasan untuk mengingat yang diperoleh dari belajar yang diulang – ulang .
b. Memory.
Beberapa tahun terakhir para ahli telah mempelajari bahwa anak terbelakang mental memiliki dua ingatan yaitu ingatan pendek (Ellis 1970) ingatan pendek adalah kemampuan untuk mengingat informasi yang telah disimpan selama beberapa detik menjadi beberapa jam akibat dari cara guru dalam memberikan pembelajaran menggunakan analisis tugas atau langkah -demi langkah secara sederhana kepada siswanya.
Baru-baru ini sebuah penelitian telah melaporkan bahwa individu yg memiliki hambatan intelektual dapat belajar mengguna kan strategi yang aktif untuk memperbaiki ingatan (Bray, Fletcher dan Turner 1997) strategi yang digunakan adalah dengan cara sering mengulang. Banyak teknologi baru dapat digun a ka n untuk membantu siswa yang memiliki hambatan intelektual untuk dapat muda h mengingat pelajaran, dengan menggunakan teknologi handheld computer featured.
c. Generalisasi.
Generalisasi merujuk pada kemampuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan atau tingkah laku ketika melakukan satu tugas ke tugas yang lain dan untuk mentransfer berbagai macam perubahan dan lingkungan sekitar.
Individu dengan keterbelakangan mental memiliki kesulitan dalam menggeneralisasi keahlian yang dimilikinya yang mereka dapat disekolah, dirumah, dikehidupan bermasyarakat dimana mereka memiliki perbedaan kebiasaan tingkat expetasi orang maupun lingkungan (Bebko & McPherson,
1997; Langone, Clees, Oxford, Malone, & Rose, 1995) mengapa mereka memiliki kesulitan ini ? karena dirumahnya dan komunitasnya memiliki perbedaan tata pembelajaran dengan tingkat kesulitan dan kompleksitasnya lebih tinggi dan pula gangguan dan stimuli yang tidak relevan dengan yang didapat dikelasny a . Dalam kegiatan di luar kelas anak membutuhkan kecerdasan tambahan, tapi guru tidak membantu padahal mereka butuh pengetahuan yang disimu lasikan terkait dengan keterampilan hidup sehari-hari.
d. Motivasi.
Penelitian tentang memotivasi anak hambatan intelektual menemukan bahwa anak yang memiliki motifasi rendah sering memiliki kesalahan secara terus menerus. Motivasinya untuk memecahkan masalah rendah disebut outer- directedness (tidak mau diarahkan) - tidak percaya akan solusi dan selalu meminta orang untuk memberikan petunjuk. Ini adalah kekhawatiran yang sangat penting untuk murid yang memiliki keterbelakangan mental (Bybee & Ziegler,
1998) karena tidak outer-directedness dapat membuat murid keterbelakangan mental mudah di control oleh orang lain.
e. Keterbatasan dalam adaptasi tingkah laku
Keterbelakangan mental memiliki arti bahwa seseorang “yang memiliki keterbatasan secara meluas dalam menge kspresikan konsep sosial, keahlian kehidupan sehari – hari dan sulit beradaptasi “ (AAMR, 2002, P.1). adaptasi tingkah laku merujuk pada performa dari individu yang memilik keterbatasan dalam menerima ekspetasi dilingkungan sekitarnya. Adaptasi tingkah lak u berubah menurut usia seseorang, budaya seseorang, kebutuhan lingkungannya. Untuk menentukan atau memilih keterampilan hidup hendaknya guru dan tenaga ahli lainnya focus pada memberikan keahlian konsep, keahlian sosial, keahlian praktek kehidupan sehari – hari siswa. Kepercayaan diri dapat membentuk siswa untuk dapat bertindak bebas dari tekanan internal maupun eksternal, mampu memilih keputusan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan tujuan yang akan dicapai.
4. Klasifikasi anak dengan hambatan intelektual
Di masyarakat dan di sekolah regulerpun anak ini sering dianggap mengganggu lingkungan dan sekolah. Sebagai pendidik anak dalam kelompok ini kita selalu berpikir positip, bahwa anak hambatan intelektuaml masih dapat diberikan kemampuan agar dapat mengurus diri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan bagi kelompok Severe mereka masih selalu harus dibimbing terus menerus dan yang pada tingkat profound mereka harus mendapatkan perawatan yang intensif dan terus menerus.
American Association for Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD) mencoba untuk tidak menggunakan referensi nilai IQ dan tes standar tersebut namun sulit untuk menentukan kriteria, sehingga tahun 2002 nilai IQ 70 sebagai batasan standar kecerdasan. Organisasi ini menyimpulk an keterbatasan intelektual dengan masing-masing memilki kriteria kemampuan sebagai berikut
1. Mild keterbatasan intelektual : IQ antara 50 sampai 69
Hasilnya : memiliki kesulitan untuk belajar, mampu bekerja, mampu berhubungan baik dengan sesama, memberikan kontribusi kepada masyarakat.
2. Moderate keterbatasan intelektual : IQ antara 35 sampai 49
Hasilnya : memperlihatkan tanda keterlambatan perkembangan di usia dini, memiliki beberapa keahlian dalam melindungi diri sendiri, cukup mampu berkomunikasi dan kemampuan akademik, memerlukan berbagai macam bantuan untuk hidup dan bekerja di dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Severe keterbatasan intelektual : IQ antara 20 sampai 34
Hasilnya : memerlukan bantuan secara terus menerus
4. Profound keterbatasan intelektual : IQ dibawah 20
Hasilnya : mengdemostrasikan keterbatasan secara terus menerus dalam perlindungan diri, pergerakan, komunikasi, mobilitas; memerlukan dukungan secara intensif dan berkelanjutan.
Untuk lebih jelas mari kita simak perbedaan klasifikasi antara American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD) dan the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5). DSM V menggunakan istilah ringan, sedang, berat dan sangat berat. Berikut kategori IQ menurut DSM IV, DSM-5, AAIDD dan SSI
Severity
Category |
Approximate Percent Distribution of Cases by Severity |
DSM-IV Criteria (severity levels were based only on IQ categories |
DSM-5 Criteria (severity classified on the basis of daily sk ills) |
AAIDD Criteria (severity classified on the basis of intensity of support needed |
SSI Listings Criteria (The SSI listings do not
specify severity levels, but indicate different standards for meeting or equaling listing level severity.) |
Mild |
85% |
Approximate IQ range 50– 69 |
Can
live independently with minimum
levels
of
support. |
Intermittent support needed during transitions or periods
of
uncertainty. |
IQ of
60 through 70 and a physical or other mental impairment
imposing
an
additional and
significant
limitation
of
function |
Severity
Category |
Approximate Percent Distribution of Cases by Severity |
DSM-IV Criteria (severity levels were based only on IQ categories |
DSM-5 Criteria (severity classified on the basis of daily sk ills) |
AAIDD Criteria (severity classified on the basis of intensity of support needed |
SSI Listings Criteria (The SSI listings do not specify severity levels, but indicate different standards for meeting or equaling listing level severity.) |
Moderate |
10% |
Approximate IQ range 36– 49 |
Independent living may be achieved
with moderate levels
of support, such as those available in group homes. |
Limited support needed in daily
situations. |
A valid verbal, performance,
or full-scale IQ of 59 or less |
Severe |
3.5% |
Approximate IQ range 20– 35 |
Requires daily assistance with self-care activities and safety supervision |
Extensive support needed for daily
activities. |
A valid verbal, performance,
or full-scale IQ of 59 or less |
Profound |
1.5% |
IQ <20 |
Requires 24- hour care. |
Pervasive support needed for every aspect of daily routines. |
A valid verbal, performance,
or full-scale IQ of 59 or less |
Sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK332877/table/tab_9-1/?report=objectonly
Sedangkan saat ini AAIDD menerbitkan sebuah kerangka kerja untuk mengevaluasi tingkat keparahan dari HI, Skala Intensitas Pendukung (S IS), yang berfokus pada jenis dan intensitas dukungan yang diperlukan untuk memungkinkan seseorang menjalani kehidupan yang normal dan mandiri, daripada mendefinisikan keparahan dalam hal defisit.. SIS mengevaluasi kebutuhan dukungan individu di 49 aktivit as kehidupan, dibagi menjadi enam kategori: tinggal di rumah, hidup di masyarakat, pembelajaran seumur hidup, pekerjaan, kesehatan dan keselamatan, dan kegiatan social.
5. Identifikasi dan Assesment Hambatan Intelektual dan Lambat Belajar
ada pemaparan awal sudah kita dapat pahami mengenai konsep dasar hambatan intelektual dan lamban belajar. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengenali bahwa seseorang termasuk didalam kondisi Hambatan Intelektual ataupun Lamban Belajar? pada bagian ini kita akan membahasnya.
Upaya pertama dalam melayani peserta didik dengan kebutuhan khusus adala h dengan mengenali apakah peserta didik membutuhkan layanan pendidikan secara khusus? Salah satu hal yang muncul pada anak dengan kondisi kebutuhan khusus adalah tantangan belajar dalam aspek kognitif. Salah satu kemungkinan ketika peserta didik mengalami tantangan belajar pada segi kognitif adalah dengan kondisi Hambatan Intelektual / Disabilitas Intelektual dan Lamban Belajar.
Hal yang dapat kita lihat dari sosok peserta didik yang mengalami hambatan intelektual dan lamban belajar adalah keterlambatan dalam perkembangan. Untuk melihat hal ini kita dapat melihat melalui observasi, wawancara dan tes. Keterlambatan perkembangan pada peserta didik den gan kondisi hambatan intelektual akan terlihat lebih kontras dari pada peserta didik lamban belajar jik a diperbandingkan dengan sebayanya. Pada peserta didik lamban belajar dapat dilihat dalam segi akademik dan perliaku.
Perilaku merupakan ekspresi seseorang yang merupakan tanggapan seseorang terhadap stimulasi yang diberikan oleh lingkungan atau dari dirinya sendiri. Perilaku muncul melalu mekanisme control atau melalui proses berfikir (Skinner,
1957). Jika dihubungkan dengan kondisi hambatan intelektual atau disabilitas intelektual maka sebagai ciri utama dari kondisi tersebut adalah keterlambatan perkembangan, dengan demikian perilaku yang dimunculkan juga akan berbeda dengan rata-rata orang seusianya. Seperti ketika seorang anak dengan usia 10 tahun harus merengek seperti anak usia 5 tahun ketika minta dibelikan permen . Hal ini menunjukan perilaku yang berbeda dengan kebanyakan anak usia 10 tahun ketika meminta sesuatu.
6. Dampak Hambatan Intelektual dan lambat belajar
7. Progsus Bagi Anak dengan Hambatan Intelektual
Rangkuman
Sumber Utama: Wuryan M. Arif Taboer, M. Pd. 2019. Modul PPG : Modul 4 Kegiatan Belajar Konsep Dasar Anak Hambatan Inteletual Dan Lambat Belajar PPG Dalam Jabatan, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar