Kebhinnekaan Bangsa Indonesia
1) Kebhinnekaan Mata Pencaharian
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki kondisi alam yang berbeda-beda, seperti dataran tinggi/pegunungan maupun dataran rendah/pantai sehingga masyarakat yang tinggal didaerah tersebut harus menyesuaikan cara hidupnya dengan alam disekitarnya. Kondisi alam juga mengakibatkan perbedaan mata pencaharian ada yang sebagai petani, nelayan, pedagang pegawai, peternak dan lain-lain sehingga kebhinnekaan mata pencaharian tersebut dapat menjalin persatuan karena saling membutuhkan.
2) Kebhinnekaan ras
Letak Indonesia sangat strategis sehingga Indonesia menjadi tempat persilangan jalur perdagangan. Banyaknya kaum pendatang ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi baik pada ras, agama, kesenian maupun budaya. Ras di Indonesia terdiri dari Papua Melanesoid yang berdiam di Pulau Papua, dengan ciri fisik rambut keriting, bibir tebal dan kulit hitam. Ras weddoid dengan jumlah yang relatif sedikit, seperti orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano dan Tomuna dengan ciri-ciri fisik, perawakan kecil, kulit sawo matang dan rambut berombak. Selain itu ada Ras Malayan Mongoloid berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di Kepulauan Sumatera dan Jawa dengan ciri-ciri rambut ikal atau lurus, muka agak bulat, kulit putih sampai sawo matang. Kebhinnekaan tersebut tidak mengurangi persatuan dan kesatuan karena tiap ras saling menghormati dan tidak menganggap ras nya paling unggul.
Kebhinnekaan Suku Bangsa Indonesia merupakan negara kepulauan yang dipisahkan oleh perairan. Pulau-pulau terisolasi dan tidak saling berhubungan. Akibatnya setiap pulau/wilayah memiliki keunikan tersendiri baik dari segi budaya, adat istiadat, kesenian, maupun bahasa. Adanya kebhinnekaan tersebut menjadikan Indonesia sangat kaya. Walaupun berbeda tetapi tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Terbukti dengan menempatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dan persatuan.
3) Kebhinnekaan agama
Masuknya kaum pendatang baik yang berniat untuk berdagang maupun menjajah membawa misi penyebaran agama yang mengakibatkan kebhinnekaan agama di Indonesia. Ada agama Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu serta aliran kepercayaan. KeBhinnekaan agama sangat rentan akan konflik, tetapi dengan semangat persatuan dan semboyan Bhinneka tunggal ika konflik tersebut dapat dikurangi dengan cara saling toleransi antar umat beragama. Setiap agama tidak mengajarkan untuk menganggap agamanya yang paling benar tetapi saling menghormati dan menghargai perbedaan sehingga dapat hidup rukun saling berdampingan dan tolong menolong di masyarakat.
4) Kebhinnekaan Budaya
Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Budaya memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM kearah yang lebih baik. Masuknya kaum pendatang juga mengakibatkan kebhinnekaan budaya di Indonesia sehingga budaya tradisional berubah menjadi budaya yang modern tanpa menghilangkan budaya asli Indonesia sendiri seperti budaya sopan santun, kekeluargaan dan gotong royong. Budaya tradisional dan modern hidup berdampingan di masyarakat tanpa saling merendahkan satu sama lain
5) Gender/jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami, tidak menunjukkan adanya tingkatan. Anggapan kuat bagi laki-laki dan lemah bagi perempuan, adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggungjawab yang saling membutuhkan dan melengkapi. Zaman dahulu kaum perempuan tidak diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya dan seringkali tugasnya dibatasi hanya sekitar rumah saja. Pekerjaan rumah yang itu-itu saja, dianggap tidak banyak menuntut kreativitas, kecerdasan dan wawasan yang luas, sehingga perempuan dianggap lebih bodoh dan tidak terampil. Sekarang ini perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk sekolah, mengembangkan bakat dan kemampuannya. Banyak kaum wanita yang menduduki posisi penting dalam jabatan publik
a. Makna Bhinneka Tunggal Ika bagi bangsa dan negara
Walaupun bangsa kita berbeda dan beragam dalam hal suku bangsa, mata pencaharian, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, ras/keturunan serta gender tetapi harus tetap berada dalam satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Kita harus dapat menerapkan persatuan dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lain-lain. tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhinneka Tunggal Ika akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang setiap orang akan hanya mementingkan dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentingan bersama. Bila hal tersebut terjadi di negara kita ini akan terpecah belah, oleh sebab itu marilah kita jaga Bhinneka Tunggal Ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah Republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
Bhinneka Tunggal Ika memiliki konsep landasan multikulturalisme. Multikulturalisme secara sederhana dapat dikatakan pengakuan atas pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah sesuatu yang given tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai didalam suatu komunitas. (Tilaar, 2004)
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Konsep kebudayaan sendiri asalnya dari bahasa Sansekerta, kata buddhayah, adalah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal” (Soerjono Soekanto, 1990). Oleh karena itu, kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”.
Multikulturalisme memiliki sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Sebagai sebuah ide atau ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinergik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
Perhatikan isu etnis bisa membuat bangsa ini menjadi terpecah pecah. Berikut ini dibahas tentang berbagai penyakit budaya yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
1. Prasangka
Prasangka adalah sikap yang bisa positif maupun negatif berdasarkan keyakinan stereotip atau pemberian label kita tentang anggota dari kelompok tertentu. Prasangka meliputi keyakinan untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan. Prasangka yang berbasis ras kita sebut rasisme, sedangkan yang berbasis etnis disebut etnisisme. Sementara itu John (1981) menyatakan bahwa prasangka adalah sikap antipati yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Kesalahan ini mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompoknya sendiri. Jadi prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka buruk tanpa memakai pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, bila prasangka sudah menghinggapi seseorang, orang tidak dapat berpikir logis dan objektif dan segala apa yang dilihatnya akan dinilai secara negatif (Dalam Sutarno, 2008: 4-12).
2. Stereotipe
Stereotip yaitu pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subyektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain. Pemberian sifat itu bisa sifat positif maupun negatif (Sutarno, 2008:4-12). Allan G. Johnson (1986) menegaskan bahwa stereotipe adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif atau bahkan merendahkan kelompok lain. Ada kecenderungan untuk memberi “label” atau cap tertentu pada kelompok tertentu dan yang termasuk problem yang perlu diatasi adalah stereotip yang negatif atau memandang rendah kelompok lain (Sutarno,
2008: 4-12).
3. Etnosentrisme
Etnosentrisme yaitu paham yang berpandangan bahwa manusia pada dasarnya individualistis yang cenderung mementingkan diri sendiri, namun karena harus berhubungan dengan manusia lain, maka terbentuklah sifat hubungan yang antagonistik (pertentangan). Supaya pertentangan itu dapat dicegah, perlu ada folkways (adat kebiasaan) yang bersumber pada pola-pola tertentu. Mereka yang mempunyai folkways yang sama cenderung berkelompok dalam suatu kelompok yang disebut etnis. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri (Sutarno, 2008:4-10)
4. Rasisme
Rasisme yaitu suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya (Sutarno, 2008: 4-10). Kata ras berasal dari bahasa Perancis dan Italia “razza”.
Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog Perancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atas orang Eropa berkulit putih yang diasumsikan sebagai warga masyarakat kelas atas yang berbeda dengan orang Afrika yang berkulit hitam sebagai warga kelas dua. Atau ada ideologi rasial yang berpandangan bahwa orang kulit putih mempunyai misi suci untuk menyelamatkan orang kulit hitam yang dianggap sangat primitif. Hal tersebut berpengaruh terhadap stratifikasi dalam berbagai bidang seperti bidang sosial, ekonomi, politik, dimana orang kulit hitam merupakan subordinasi orang kulit putih. Ras sebagai konsep secara ilmiah digunakan bagi “penggolongan manusia” oleh Buffon, anthropolog Perancis, untuk menerangkan penduduk berdasarkan pembedaan biologis sebagai parameter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ras yang benarbenar murni lagi. Secara biologis, konsep ras terkait dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik seperti warna kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor tampilan luar. Karena tidak ada ras yang benar-benar murni, maka konsep tentang ras seringkali merupakan kategori yang bersifat non-biologis. Ras hanya merupakan konstruksi ideologi yang menggambarkan gagasan rasis. Secara kultural, Carus menghubungkan ciri ras dengan kondisi kultural. Ada empat jenis ras: Eropah, Afrika, Mongol dan Amerika yang berturut-turut mencerminkan siang hari (terang), malam hari (gelap), cerah pagi (kuning) dan sore (senja) yang merah. (Sutarno, 2008:4-11). Namun konsep ras yang kita kenal lebih mengarah pada konsep kultural dan kategori sosial tertentu yang dikenakan pada kategori biologis.
1. Diskriminasi.
Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya.
Jika prasangka lebih mengarah pada sikap dan keyakinan, maka diskriminasi tertuju pada tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan, atau hukum. Ada hubungan antara prasangka dan diskriminasi yang saling menguatkan, selama ada prasangka, di sana ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang sebagai keyakinan atau ideologi, maka diskriminasi adalah terapan keyakinan atau ideologi.
Apabila sikap-sikap negatif atau penyakit budaya itu sangat rawan terjadi pada negara kita yang bersifat multikulturalisme, yang jika tidak diikat oleh nilai Pancasila yang berasaskan Bhineka Tunggal Ika, akan menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
Prinsip Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai-nilai seperti : inklusif, terbuka, damai dan kebersamaan, kesetaraan, toleransi, musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Sejalan dengan prinsip, berikut ini adalah langkah-langkah untuk mengimplementasikan konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan multikulturalisme untuk mewujudkan persatuan bangsa:
1) Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.
2) Sikap rukun dan damai
Sikap toleransi, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sebaik-baiknya, agar mewujudkan kedamaian dan rasa aman.
3) Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawarah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepakatan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.
4) Sikap kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan.
Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikulturalisme, serta mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat dan benar, maka Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya. Seperti pepatah yang mengatakan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.”
Baca Juga
Komentar
Posting Komentar