Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam hayati yang banyak dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan sumber daya alam hayati menjadi tumpuan bagi pembangunan nasional. Sumber daya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia maka upaya konservasi sumber daya alam hayati (flora dan fauna) menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi.
Indonesia sebagai negara tropis mempunyai luas hutan dengan urutan kedua setelah hutan Tropis Amazon. Dengan wilayah yang cukup luas, tentu saja memiliki jenis ragam flora yang banyak dan perlu dijaga kelestariannya. Keanekaragaman hayati khususnya untuk flora yang memiliki jumlah spesies tumbuhan yang besar sebanyak 37.000 jenis, dan Indonesia merupakan urutan kedua di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Jenis flora yang banyak ini ada yang tergolong langka dan memiliki kegunaan khusus bagi manusia sebagai tumbuhan obat-obatan, tanaman hias dan sebagainya.
Hutan Indonesia memiliki kekayaan flora yang luar biasa, baik yang luas agihannya maupun yang endemik. Beberapa flora endemik terkenal misalnya Rafflesia Arnoldi merupakan tanaman parasit hidup pada tumbuhan rambat tertentu, bunganya terbesar di seluruh dunia, tetapi tidak berdaun hanya terdapat di Sumatera. Selain itu di hutan masih terdapat berbagai bunga dan anggrek. Sedangkan pohon yang menghasilkan kayu terkenal ialah famili dipterocarpus, yang merupakan sumber kayu terkenal antara lain: kayu kamfer, ebony, ulin , ramin, meranti, jati. Flora alam Indonesia ada juga yang dimanfaatkan untuk obat- obatan, getah, bumbu dan lain sebagainya.
Selain itu Indonesia juga sebagai suatu negara yang terletak di dua kawasan biogeografi yaitu Oriental dan Austral-Asia sehingga Indonesia memiliki sebagian kekayaan jenis hayati Asia dan sebagian jenis hayati Australia. Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki tipe topografi berfungsi sebagai penghalang perpindahan anggota berbagai jenis hayati. Indonesia juga terletak di daerah tropik, yang merupakan salah satu sasaran migrasi satwa dari belahan bumi utara serta selatan, sehingga Indonesia mendapat tambahan kekayaan jenis hayati dari pelaku migrasi satwa.
Berdasarkan kondisi yang demikian maka perlu dijaga kelestarian seluruh jenis hayati yang ada. Hal ini sudah pasti memerlukan perhatian serta biaya yang cukup besar. Karena keterbatasan tersebut maka pelestarian hayati tidak untuk seluruh jenis yang ada namun prioritas jenis yang bersifat rawan punah dan jenis-jenis yang akibat aktivitas manusia menjadi rawan dan punah atau langka.
Fauna di Indonesia juga tetap perlu dijaga ekosistemnya di dalam konservasi hutan. Kehidupan para binatang di dalam hutan tidak lepas dari kondisi lingkungan hutan, apabila hutan rusak maka kehidupan para binatang akan terancam kelestariannya. Untuk hal tersebut perlu ditingkatkan kesadaran perlindungan pada fauna Indonesia yang terancam kepunahan. Upaya-upaya konservasi tidak akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan tanpa dukungan dan peran serta aktif dari segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dianggap strategis dan efektif oleh pemerint ah adalah dengan menetapkan berbagai macam kekayaan sumber daya alam hayati tersebut ke dalam bentuk Identitas Flora dan Fauna Daerah.
Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah merupakan upaya nyata yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Dengan ditetapkannya Flora dan Fauna Identitas Daerah Tingkat I ini dapat dilanjutkan pula dengan pemilihan Flora dan Fauna di Tingkat II, kecamatan dan desa. Dengan demikian diharapkan akan dapat mendorong upaya-upaya perlindungan, pengawetan, serta pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam hayati flora dan fauna baik oleh aparat pemerintah di daerah maupun masyarakat secara keseluruhan sampai ke Tingkat II bahkan kecamatan dan pedesaan.
a. Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Flora dan Fauna
Kondisi iklim merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran flora dan fauna. Wilayah-wilayah dengan pola iklim yang ekstrim, seperti daerah kutub yang senantiasa tertutup salju dan lapisan es abadi, atau gurun yang gersang, sudah tentu sangat menyulitkan bagi kehidupan suatu organisme. Oleh karena itu, persebaran flora dan fauna pada kedua wilayah ini sangat minim baik dari jumlah maupun jenisnya. Sebaliknya, daerah tropis merupakan wilayah yang optimal bagi kehidupan flora dan fauna.
Faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di permukaan bumi ini, antara lain suhu, kelembaban udara, angin, dan tingkat curah hujan.
1) Suhu
Permukaan bumi mendapatkan energi panas dari radiasi matahari dengan intensitas penyinaran yang berbeda-beda di setiap wilayah. Daerah-daerah yang berada pada zona lintang iklim tropis, menerima penyinaran matahari setiap tahunnya relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya.
Selain posisi lintang, faktor kondisi geografis lainnya yang memengaruhi tingkat intensitas penyinaran matahari antara lain kemiringan sudut datang sinar matahari, ketinggian tempat, jarak suatu wilayah dari permukaan laut, kerapatan penutupan lahan dengan tumbuhan, dan kedalaman laut. Perbedaan intensitas penyinaran matahari menyebabkan variasi suhu udara di muka bumi.
2) Kelembaban Udara
Selain suhu, faktor lain yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di muka bumi adalah kelembapan. Kelembapan udara yaitu banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara. Tingkat kelembapan udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah yang kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya dapat bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang tinggi.
3) Angin
Di dalam siklus hidrologi, angin berfungsi sebagai alat transportasi yang dapat memindahkan uap air atau awan dari suatu tempat ke tempat lain. Gejala alam ini meng untungkan bagi kehidupan makhluk di bumi, karena terjadi distribusi uap air di atmosfer ke berbagai wilayah. Akibatnya, secara alamiah kebutuhan organisme akan air dapat terpenuhi. Gerakan angin juga membantu memindahkan benih dan membantu proses penyerbukan beberapa jenis tanaman tertentu.
4) Curah Hujan
Suhu dan curah hujan di setiap tempat di permukaan bumi tidak sama, dan hal tersebut akan berpengaruh pada vegetasi yang tumbuh di suatu wilayah. Oleh karena itu sebaran vegetasi di permukaan bumi sangat bervariasi yang sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu dan besar kecilnya curah hujan. Seperti dalam gambar berikut, dimana ditunjukkan pada daerah dengan suhu yang rendah dan curah hujan yang rendah, maka vegetasi yang banyak tumbuh adalah Taiga. Taiga adalah hutan yang didominasi satu spesies, yaitu konifera, pinus, atau cemara.
b. Flora di Indonesia
Vegetasi alam di wilayah Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh:
(1) keadaan iklim yang panas dan lembab serta curah hujan banyak; dan
(2) pernah adanya daratan antara kepulauan Indonesia dengan benua Asia dan Australia. Sehingga Indonesia berfungsi sebagai jembatan bagi dispersi flora Asia maupun Australia. Tingginya suhu udara dan curah hujan, mengakibatkan pengaruh Asia lebih jelas dibanding dengan pengaruh Australia, kecuali di Nusa Tenggara Timur yang lebih kering. Beberapa karakteristik vegetasi Indonesia antara lain:
1) Umumnya selalu hijau, hanya sedikit yang memperlihatkan adanya musim kering.
2) Jumlah spesies pohon dan tumbuhan banyak.
3) Tipe tumbuhan endemik (yang hanya terdapat di Indonesia saja, di tempat lain tidak ada), juga macamnya banyak. Keadaan iklimnya mendukung bagi kehidupan tetumbuhan asal dari luar, seperti tembakau, kopi, karet, dan berbagai sayuran dan bunga-bungaan. Sehingga sekarang sulit untuk membedakan mana tetumbuhan asal luar dan mana yang endemis.
Tumbuhan berbunga endemis di Indonesia yang telah diketahui di Papua 124 marga, Kalimantan 59 marga, Sumatera 17 dan di Jawa 10 marga. (FAO 1981). Flora Indonesia termasuk daerah flora Indo-Malaysia. Ciri flora Indo-Malaysia itu makin ke timur makin kurang, misalnya di Papua jenis-jenis Dipterocarpaceae hanya ditemukan tiga marga (8 spesies) dibanding dengan sembilan marga (262 spesies) yang terdapat di Kalimantan. Jenis-jenis Dipterocarpaceae antara lain Suren sering terdapat di Papua pada ketinggian 600-1400 meter.
Flora pegunungan Papua banyak terdapat jenis Australia atau daerah SubAntartika, misalnya jenis kayu berharga nothofagus, cemara, podocarpus, agathis dan araucaria. Di Papua banyak kayu berharga lainnya, seperti kayu kenari hitam, kayu eben hitam, kayu besi, merbau pantai, merbau darat. Di daerah rawa banyak terdapat sagu untuk bahan makanan utama, daunnya dipakai atap rumah. Di pantai banyak terdapat formasi hutan-hutan bakau dan pandan. Di Papua jenis pandan berakar tunjang tersebar luas, sampai ketinggian 3.050 meter di atas permukaan laut. Beberapa jenis buahnya dapat digunakan, daunnya untuk atap, topi, dan tikar.
Di hutan-hutan Papua banyak terdapat jenis anggrek yang telah diketahui ada 2.770 jenis mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 3.750 meter di atas permukaan laut. Tanaman bunga yang bagus juga adalah Rhodendron terdapat 250 jenis tersebar di lereng pegunungan sebagai tumbuhan endemis. Flora Provinsi Papua menyimpan sumber plasma nutfah yang paling kaya dan beraneka ragam di seluruh Kepulauan Indnesia. Flora Indonesia termasuk dalam kawasan Malaysia.
Selain Indonesia yang termasuk kepada kawasan flora Malaysia ialah Papua Newgini, Serawak, Sabah, Brunei, Thailand Selatan, dan Filipina. Flora kawasan Malaysia berbeda dengan flora Asia dan Australia. Batas utara kawasan flora Malaysia ialah tanah Genting Kra di sebelah selatan Thailand dan Myanmar. Tanah Genting Kra merupakan batas antara kawasan Sunda dengan Benua Asia. Batas ini menyebabkan perbedaan vegetasi antara bagian utara yang kering dengan bagian selatan yang basah. Tanah Genting Kra merupakan batas di mana 375 marga tumbuhan di sebelah selatan tidak menyebar ke selatan. Sumatera dan Kalimantan bersama dengan Thailand Selatan dan semenanjung Malaya termasuk ke dalam subdaerah Malaysia barat. Pulau Jawa dan Nusa Tenggara termasuk subdaerah Malaysia selatan. Sulawesi, Maluku, dan Papua termasuk subdaerah Malaysia timur.
Flora kawasan Sunda banyak persamaannya, karena dulu ada hubungan daratan antara bagian-bagian kawasan Sunda tersebut. Sewaktu permukaan air laut naik. Sumatera terlebih dulu terpisah dari Jawa kemudian dari Kalimantan dan terakhir dengan Semenanjung Malaka. Hal itu tercermin dari tingkat persamaan dalam biota. Biota Sumatera lebih berbeda dengan Jawa dibandingkan dengan Kalimantan maupun dengan semenanjung Malaka. Tidak semua jenis di kawasan Sunda pindah melalui jalan yang sama pada waktu yang bersamaan. Hal itu tercermin dari agihan flora dan faunanya. Harimau menyebar di Sumatera, Malaya, Jawa, tetapi di Kalimantan tidak ada. Sampai sekarang belum dapat dijelaskan mengapa harimau tidak mencapai Kalimantan atau Napu (kancil besar) tidak sampai ke Jawa. Mungkin karena kekhususan iklim, air laut, dan vegetasi sehingga ada kejanggalan-kejanggalan tersebut.
Berikut flora yang berada di wilayah Indonesia. Persebaran flora di Indonesia terbentuk karena adanya peristiwa geologis yang terjadi pada jutaan tahun yang lalu, yaitu pada masa pencairan es (zaman glasial). Pada saat itu terjadi pencairan es secara besar-besaran yang menyebabkan naiknya permukaan air laut di bumi, hal ini menyebabkan beberapa wilayah yang dangkal kemudian menjadi tenggelam oleh air laut dan membentuk wilayah perairan yang baru.
Beberapa wilayah perairan baru di sekitar Indonesia yang terbentuk pada masa berakhirnya zaman glasial itu adalah Laut Jawa yang terdapat di daerah Dangkalan Sunda dan Laut Arafuru yang terdapat di daerah Dangkalan Sahul. Terbentuknya perairan baru di daerah dangkalan tersebut menyebakan flora yang semula dapat dengan bebas bermigrasi akhirnya terhambat oleh perubahan kondisi geologis.
Jenis tumbuhan yang tersebar di wilayah Indonesia meliputi hutan tropis, hutan musim, hutan pegunungan, hutan bakau dan sabana tropis. Persebaran flora di wilayah Indonesia itu sendiri terbagi ke dalam 4 kelompok besar wilayah flora Indonesia, yaitu :
1) Wilayah Flora Sumatra-Kalimantan
Tersebar di pulau Sumatra dan Kalimantan serta pulau-pulau kecil di sekitarnya (Nias, Enggano, Bangka, Belitung, Kep. Riau, Natuna, Batam, Buton dll). Contoh flora khas yang tumbuh adalah Bunga Bangkai (Raflesia Arnoldi).
2) Wilayah Flora Jawa-Bali
Tersebar di pulau Jawa, Madura, Bali dan kepulauan-kepulauan kecil disekitarnya (Kepulauan Seribu, Kep. Karimunjawa). Contoh flora khas yang tumbuh adalah pohon Burohal (Kepel).
3) Wilayah Flora Kepulauan Wallacea
Tersebar di pulau Sulawesi, Timor, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara. Contoh flora yang tumuh adalah pohon Sagu.
4) Wilayah Flora Papua
Meliputi wilayah pulau Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Contoh Flora Khas tumbuh adalah Uacalyptus, sama dengan jenis tumbuhan yang tumbuh di daerah Queensland Australia Utara
Gambar Pohon Eucalyptus
c. Fauna di Indonesia
Secara geologis Indonesia merupakan pertemuan dua lempengan kulit bumi yaitu (1) Lempengan Sunda yang meliputi Semenanjung Asia Tenggara, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Palawan di Filipina dan laut dangkal antara daratan Asia dan bagian barat Kepulauan Indonesia; (2) Lempengan Sahul meliputi Papua dan Australia, sekarang dipisahkan oleh Laut Arafura yang dangkal. Keterkaitan geologi pada masa dulu menghasilkan suatu keanekaragaman kehidupan tetumbuhan dan hewan campuran yang kaya dan secara biografis paling rumit di dunia.
Pada Zaman Es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat Dangkalan Sunda yang terhubung ke Benua Asia dan memungkinkan flora dan fauna Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat Dangkalan Sahul yang terhubung ke Benua Australia dan memungkinkan flora dan fauna Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut. Oleh karena hal tersebut, maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yaitu Indonesia bagian barat, tengah (peralihan), dan timur (Australis).
Gambar Pembagian Flora dan Fauna Indonesia
Sumber: Jazanul Anwar, Ekologi Ekosistem Sumatera, 1984.
Pembagian wilayah persebaran fauna digambarkan dengan garis Wallacea dan garis Webber sebagai berikut.
Keterangan:
Garis Wallace membatasi Fauna Asiatis dengan Fauna Peralihan
Garis Weber membatasi Fauna Australis dengan Fauna Peralihan.
Gambar. Persebaran Flora dan Fauna Indonesia Berdasarkan Garis Weber dan Wallace
1) Daratan Indonesia Bagian Barat
dengan fauna yang sama dengan Benua Asia. Berdasarkan kehidupan fauna maka sebenarnya pulau Bali masih termasuk Kepulauan Sunda Besar karena garis Wallace dari Selat Makassar di utara melintasi Selat Lombok ke selatan, memisahkan Pulau Bali dengan gugusan Kepulauan Sunda Kecil lainnya di Zaman Es. Berikut beberapa fauna Indonesia bagian barat (Asiatis).
Harimau (Panthera tigris)
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)
Bekantan (Nasalis larvatus)
Orang utan (Pongo phygmaeus)
Gajah Sumatera
2) Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallace)
dengan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut. Daratan Indonesia Bagian Timur d fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace dan Weber yaitu garis maya yang memisahkan
Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berikut fauna yang terdapat di Indonesia Bagian Tengah/peralihan
Komodo (Varanus komodosiensis)
Burung Maleo (Macrocephalon maleo)
anoa (Bubalus depressicornis)
Babi Rusa (Babyrousa babirussa)
3) Daratan Indonesia bagian Timur.
Fauna Papua merupakan campuran antara dua daerah zoogeography, yaitu daerah Oriental dan Australia. Termasuk daerah Oriental yang lain ialah Arab, Persia, India, dan Asia. Garis Wallace pada peta menunjukkan garis zoogeography yang ditarik sepanjang perbatasan timur dari Dangkalan Sunda, menunjukkan batas paling barat dari agihan mamalia asal Australia, yaitu binatang berkantung (Marsupialia).
Garis itu menunjukkan sejauh mana binatang dari daerah Asia dapat berkelana dan menyebar melalui daratan dalam kala Pleistosin, ketika laut masih rendah permukaannya, atau ketika Kepulauan Indonesia masih bersatu dengan daratan Asia. Garis Lydekker yang ditarik sepanjang perbatasan barat dari Dangkalan Sahul, menunjukkan batas paling timur bagi agihan sebagian besar spesies binatang Asia. Garis Weber diciptakan dengan maksud untuk menjadi keseimbangan, timurnya unsur fauna daerah Australia yang paling banyak, sedangkan di sebelah baratnya unsur fauna daerah Asia yang paling serasi. Daerah antara garis Wallace dan Lydekker mengandung campuran antara bentuk fauna Asia dan Australia, dan dikenal sebagai daerah Wallace, menurut nama penjelajah alam Alfred Russel Wallace.
Semua pulau dari daerah Wallace ini (Filipina, Sulawesi, Maluku, Timor dan Nusa Tenggara) diduga dahulu merupakan bagian dari sebuah lempengan Oseanik (yaitu lempengan Sunda maupun Sahul) dan timbul karena letusan volkanisme. Pulau-pulau itu merupakan bagian kerak bumi yang oleh para ahli disebut sebagai Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire). Penelitian terakhir ada yang menyanggah konsep zoogeography bahwa Papua merupakan bagian dari Australia (Walker dan Taylor, 1972; Grassit, Axelrad dan Raven, 1982, dalam Biological Diversification in Tropics 1982. Menurut mereka Selat Torres dulu merupakan jembatan sekaligus sebagai penghalang bagi agihan binatang Australia ke Papua. Mereka berpendapat bahwa kebanyakan flora dan fauna iklim memegang peranan penting daripada hubungan daratan dalam menentu -kan masuknya jenis binatang ke Papua
Menurut Walker dan Taylor (1972), dalam Biological Diversification in Tropics
1982 pendatang baru dari Australia itu sangat terbatas, sebagian besar terdiri atas jenis Monotremata (binatang berparuh bebek), binatang berkantung, burung, reptil dan amfibi. Menurut Gressit (1982) dalam Biological Diversification in Tropics 1982 fauna Papua khususnya serangga berasal dari Asia dan lebih dari separuh fauna.
Mamalia di Papua berupa binatang pengerat dan kelelawar berasal dari Asia Tenggara. Hampir dua pertiga amphibi Papua mungkin berasal dari Asia atau dari daerah Wallace (Zweifel dan Taylor, 1982, dalam Biological Diversification in Tropics 1982) Mac Kinnon pernah menghitung fauna mamalia Papua yang banyak persamaannya dengan daerah lain dan menunjukkan : 10% ada persamaan dengan mamalia Sumatera, 10% sama dengan Jawa, 11% sama dengan Kalimantan, 18% sama dengan Sulawesi, 22% sama dengan Nusa Tenggara, 54% sama dengan Maluku. Dari 154 spesies mamalia Provinsi Papua, 93% spesies di antaranya ternyata endemis. Tidak ada pulau lain di Indonesia yang menunjukkan keistimewaan seperti itu. Papua memiliki 124 marga flora dan 290 jenis burung, daerah Wallace 270 burung endemis, sementara di Kalimantan hanya 59 marga flora endemis.
Berikut beberapa fauna wilayah Indonesia Bagian Timur (Peralihan-Australis)
Burung Kasuari (Casuarius casuarius)
Burung Cenderawasih (Paradisaea rudolphi)
Kangguru/ hewan berkantung(Marsupialia).
Kakatua (Cacatua moluccensis).
source: modul belajar mandiri pppk ips Geografi, Pembelajaran 1. Letak Indonesia Pengaruhnya Terhadap Potensi Sumberdaya Alam, kemdikbud
Baca Juga
Komentar
Posting Komentar