rangkuman Perlawanan terhadap Jepang
Secara umum perlawanan terhadap Jepang oleh Indonesia dilakukan melalui dua cara yakni, dengan cara peperangan fisik dan melalui pergerakan bawah tanah pada organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang. Perlawanan fisik yang berlangsung antara lain:
(1) Tahun 1942 terjadi perlawanan di Cot Plieng, Lhok Seumawe, Aceh dipimpin Tengku Abdul Jalil, tetapi dapat dipadamkan,
(2) Daerah Indramayu (KarangAmpel,Sindang) 1943 muncul perlawanan dipimpin oleh Haji Madriyan, dkk tetapi berhasil dipadamkan oleh Jepang,
(3) Daerah Sukamanah,Tasikmalaya 1943 terjadi perlawanan dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Ia berhasil membunuh kaki tangan Jepang dan balasannya Jepang melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat,
(4) Blitar 14 Februari 1945 terjadi pemberontakan PETA yang dipimpin oleh Supriyadi (putra bupati Blitar) yang dibantu dr. Ismail, Mudari,Suwondo. Pemberontakan ini mampu membinasakan orang-orang Jepang di Blitar, Jepang sangat terkejut lagi pula saat itu Jepang sering mengalami kekalahan dalam perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik.
Silahkan saudara untuk menyaksikan video berikut ini mengenai peristiwa pemberontakan PETA :
https://www.youtube.com/watch?v=8UgoUQfIjms video pemberontakan PETA di Blitar
Selain melalui perlawanan secara fisik, cara melakukan perlawanan terhadap Jepang adalah melalui pergerakan kelompok- kelompok didalam organisasi- organisasi bentukan Jepang di berbagai daerah. Kelompok-kelompok tersebut antara lain :
(1) Kelompok Sukarni, Pada masa pendudukan Jepang, Sukarni bekerja di Sendenbu atau Barisan Propaganda Jepang bersama Moh. Yamin.
(2) Kelompok Ahmad Subarjo, pada masa pendudukan Jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu (Kantor Perhubungan AngkatanLaut)diJakarta.
(3) Kelompok Sutan Syahrir berjuang secara diam - diam dengan menghimpun mantan teman-teman sekolahnya dan rekan seorganisasi pada zaman Hindia Belanda.
Beberapa dampak yang muncul akibat dari pendudukan Jepang antara lain dapat kita lihat dari berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam bidang politik para tokoh pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang mengambil sikap kooperatif. Dengan sikap kooperatif, mereka banyak yang duduk dalam badan-badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, seperti Gerakan 3 A, Putera, dan Cuo Sangi In. Selain itu, para tokoh pergerakan nasional juga memanfaatkan kesatuan-kesatuan pertahanan yang telah dibentuk oleh Jepang, seperti Jawa Hokokai, Heiho, Peta. Hal tersebut memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam melanjutkan perjuangannya. Meskipun pemerintah Jepang berhasil menghentikan berbagai kegiatan dalam organisasi pergerakan nasional, namun mereka tidak berhasil menghentikan semangat para tokoh untuk terus berjuang.
Dalam bidang perekonomian pada pendudukan Jepang juga merugikan rakyat Indonesia. Jepang menguasai semua wilayah pertanian dan perkebunan peninggalan Belanda dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan perang mereka. Dari hasil panen, rakyat hanya dapatmenikmati 40%,sisanya disetorkan kepada pemerintah Jepang dan disimpan ke lumbung untuk persediaan bibit, hal tersebut menimbulkan bahaya kelaparan serta penyakit diberbagai daerah. Dalam bidang pendidikan pada masa pendudukan Jepang sangat berkembang pesat dibandingan dengan era penjajahan Belanda. Bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk sekolah, disekolah yang dibangun pemerintah,Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pada sekolah-sekolah.Meskipun hal tersebut dilakukan oleh Jepang hanya untuk menarik simpati rakyat semata.
Dalam bidang sosial, pada pendudukan Jepang terjadi paksaan kepada rakyat untuk bekerja kepada Jepang yang kemudian dikenal dengan sebutan romusha. Mereka diminta untuk bekerja secara paksa guna membangun sarana prasarana perang. Terjadi mobilitas sosial dari desa-desa ke daerah dimana sarana perang tersebut dibangun. Banyak wanita Indonesia yang dijadikan wanita penghibur “Jugun Ianfu” pada masa itu. Jepang juga memperkenalkan sistem tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang masing- masing terdiri atas 10–20 rumah tangga. Maksud diadakannnya tonarigumi adalah untuk mengawasi penduduk, mengendalikan, dan memperlancar kewajiban yang dibebankan kepada mereka.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar