Hakikat dan Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga Negara Global
Warga Negara Global |
Hakikat Warga Negara Global
Pada saat ini warga negara dihadapkan kepada perkembangan jaman yang berjalan sangat cepat. Terlebih dalam era globalisasi yang dampaknya menyentuh berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, baik lokal, nasional, regional, dan internasional. Warga negara sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam konteks globalisasi memegang peranan penting terutama berkaitan dengan upaya memanfaatkan kemajuan teknologi dan komunikasi untuk kepentingan aktualisasi semua kompetensi warga negara. Diperlukan kompetensi warga negara guna mengantisipasi berbagai masalah global atau isu-isu kewarganegaraan global yang kerap kali muncul dalam eskalasi yang tinggi.
Ketergantungan global yang kian intens mau tidak mau melibatkan hubungan antarbangsa di seluruh dunia, dan tentunya menghendaki partisipasi aktif dari warga negara di seluruh dunia untuk mencari alternatif solusi dari masalah-masalah kewarganegaraan global yang dihadapi bersama.
Globalisasi dimaknai dengan banyak sudut pandang antara lain : Pertama, Globalisasi Ekonomi yang berdampak pada adanya perkembangan berbagai kondisi pasar-pasar ekonomi global perdagangan bebas, dan pertukaran barang dan jasa, serta pertumbuhan yang cepat korporat-korporat transnasional. Kedua, Globalisasi Politik yang memiliki peran pada globalisasi dunia sehingga terjadi dominasi peran organisasi internasional dalam mengatur negara di bawah kendali PBB dan Uni Eropa yang mengakibatkan munculnya politik global. Ketiga, Globalisasi Kultural yang merupakan perkembangan kondisi sosial masyarakat pada ranah teknologi dan informasi secara global, dengan model globalisasi yang menjadi konsep pemahaman tentang warga negara global (Melcom Waters: 1995).
Warga Negara Global menurut Korten (dalam Wuryan & Syaifullah, 2008:164) adalah warga negara yang bertanggung jawab untuk memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut dari warga negara komunal, dan warga negara bangsa (nasional) yang menitikberatkan pada peran warga negara global mencakup sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya yang melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun nasional kepada budaya masyarakat global.
Dalam konteks globalisasi, gagasan warga negara global berkaitan erat dengan adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan karenanya diperlukan keterlibatan warga dunia untuk bisa menjalin kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau diskriminasi apapun dari masing-masing bangsa tersebut. Agar warga negara global yang terlibat dalam ketergantungan global dapat berperan dengan baik, tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga negara global. Dalam konteks inilah pendidikan kewarganegaraan sangat berperan untuk membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan global.
Pengembangan warga negara global menjadi salah satu tujuan utama dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai dasar warga negara dunia yang dijalankan melalui peran dan pelaksanaan akan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap warga dunia. Dalam kaitan ini, John Cogan (Budimansyah & Suryadi,2008: 39) merekomendasikan konsep kewarganegaraan multidimensional (multidimentional citizenship) untuk memberikan teori dasar dalam membangun pendidikan kewarganegaraan pada abad 21 ini. Kewarganegaraan multidimensi itu meliputi :
1) Dimensi pribadi meliputi pengembangan kapasitas dan komitmen kepada etika kewarganegaraan yang bercirikan kebiasaan berfikir, hati dan tindakan yang mencerminkan tanggung jawab secara sosial;
2) Dimensi sosial berkenaan dengan aktivitas sosial yang mencakup masyarakat yang hidup dan bekerjasama dalam keadaan dan konteks yang beragam. Warga negara harus melibatkan diri seperti dalam kegiatan diskusi, dan perdebatan publik, memecahkan masalah yang dihadapi dengan tidak menggunakan kekerasan, menghargai gagasan atau pikiran yang berbeda;
3) Dimensi spasial, warga negara harus memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah anggota sejumlah masyarakat yang berlapis yakni lokal, nasional, regional dan multinasional;
4) Dimensi temporal, yakni setiap tindakan warga negara senantiasa berorientasi ke masa depan (future oriented), sehingga setiap tindakan warga negara yang dilakukan sekarang akan berdampak terhadap kewarganegaraan pada masa yang akan datang.
Dimensi-dimensi kewarganegaraan multidimensional yang dikemukakan Cogan tersebut sangat relevan dengan kecenderungan-kecenderungan global yang timbul dalam abad 21 yang penuh dengan perubahan besar dan mendasar menyangkut eksistensi bangsa-negara, peran warga negara, serta kompleksitas masalah yang timbul di dalamnya. Hal tersebut menegaskan pentingnya peran pendidikan kewarganegaraan untuk membelajarkan peserta didik dengan berorientasi kepada masalah-masalah yang terjadi tidak saja dalam lingkup nasional dan regional, melainkan dalam lingkup internasional atau global.
Masalah-masalah global menurut Korten (1993:363) mencakup dalam hal ekologi, luasnya kemiskinan, tindak kekerasan komunal, obat terlarang, pertumbuhan penduduk, pengungsi, perdagangan dan hutang. Ditegaskan Korten, bahwa masalah-masalah tersebut merupakan masalah kritis yang dihadapi dalam kehidupan global dewasa ini. Tentu saja penanganannya membutuhkan upaya yang optimal dari berbagai bangsa di seluruh belahan dunia ini.
Berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan, John Cogan (Budimansyah & Suryadi, 2008: 40) mengemukakan adanya kecenderungan global yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Kecenderungan- kecenderungan tersebut adalah :
1) Kesenjangan ekonomi diantara negara dan antara orang di dalam negara secara signifikan akan semakin lebar.
2) Secara dramatis, teknologi informasi akan mengurangi masalah privasi atau hak-hak individu.
3) Ketidakmerataan antara yang punya akses kepada teknologi informasi dan yang tidak memiliki akses akan semakin meningkat.
4) Konflik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang akan meningkatkan kerusakan lingkungan.
5) Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi keragaman dalam kehidupan, udara, tanah, dan air.
6) Dalam negara-negara berkembang pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan peningkatan yang dramatis dalam persentase penduduk, khususnya anak-anak yang hidup dalam kemiskinan.
Agar dapat memahami masalah-masalah atau isu-isu global tersebut, maka setiap warga negara global harus memiliki kesadaran global (global consciousness) yaitu kemampuan warga negara untuk secara sadar dan kritis dalam menerima atau menanggapi isu-isu global tersebut. Oleh karenanya pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang kajian atau ilmu yang menekankan fokus studinya kepada warga negara dan perilakunya, sangat relevan dengan upaya-upaya untuk mempersiapkan warga negara global tersebut.
Penguatan Nilai Moral melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam konteks Globalisasi
Bagi negara yang ingin mempertahankan eksistensinya ada suatu kewajiban utama yang harus dilakukan adalah mendidik semua warga negaranya agar sadar dan berpartisipasi melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui koridor “value based education”. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai ideologi Pancasila, yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang menjadi dasar konsep warga global sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan kewarganegaraan.
Ada beberapa nilai dasar yang dapat dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dapat dijadikan pijakan dalam pergaulan internasional. Selain itu, nilai-nilai yang dapat dikembangkan dalam hubungan antarnegara secara jelas dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Nilai-nilai hubungan antarnegara didalamnya memuat nilai kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
Morais dan Ogden (2011) mengemukakan tentang dimensi-dimensi kewarganegaraan global yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran kewarganegaraan di sekolah, yakni tanggungjawab sosial (social responsibility), kompetensi global (global competence), dan keterlibatan dalam kewargaan global (global civic engagement).
Tanggung jawab sosial dimaknai sebagai tingkat kesadaran saling ketergantungan dan kepedulian sosial kepada orang lain, masyarakat dan lingkungan. Peserta didik berlatih mengembangkannya dengan cara ikut serta mengevaluasi masalah-masalah sosial dan mengidentifikasi kasus atau contoh-contoh ketidakadilan dan kesenjangan global. Peserta didik juga dapat berlatih menghormati perbedaan dan membangun etika pelayanan sosial untuk mengatasi isu-isu global dan lokal. Peserta didik ditumbuhkan kesadarannya bahwa di era global akan bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan itu bukan hanya dalam hal budaya yang ada di satu negara, tetapi sudah melintasi batas-batas wilayah negara (transnational).
Kompetensi global diartikan sebagai kemampuan memiliki pikiran yang terbuka dan secara aktif berusaha memahami norma-norma budaya orang lain dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan bekerja secara efektif. Peserta didik dapat berlatih dengan menggunakan pendekatan berpikir kritis untuk memecahkan masalah-masalah penting tentang isu-isu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia, misalnya melalui bantuan teknologi internet akan sangat mudah dan cepat menjadi isu utama di negara lain.
Keterlibatan dalam kewargaan global dimaknai sebagai tindakan dan atau kecenderungan untuk mengenali masalah-masalah kemasyarakatan baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun global dan menanggapinya melalui tindakan seperti kesukarelaan, aktivitas politik dan partisipasi masyarakat. Peserta didik dilatih untuk memiliki kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan global yang muncul.
Tiga dimensi global tersebut dapat menjadi nilai-nilai yang penting untuk dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan, dan ketiganya merupakan implementasi dari nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keterampilan-keterampilan hidup yang didapatkan peserta didik melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sangat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.
Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam membangun Warga Negara Global
Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah mempersiapkan seorang warga negara yang baik, yakni individu yang paham dan dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan dapat berpartisipasi secara baik pula dalam masyarakatnya (Kalidjernih, 2009: 103). Warga negara yang baik adalah warga negara yang menguasasi pengetahuan, sikap, keterampilan, dan literasi warga negara dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan bentuk belajar sambil berbuat (learning by doing), belajar memecahkan masalah sosial (social problem solving learning), belajar melalui pelibatan sosial (socio participatory learning), dan belajar melalui interaksi sosial kultural sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat lokal, nasional, dan global.
Agar pendidikan kewarganegaraan ini mampu membangun warga negara global yang memiliki kemampuan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat global maka ada beberapa peran yang bisa dilakukan.
Pertama, guru harus bisa meningkatkan kemampuan sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik secara universal. Kemampuan tersebut bisa diterapkan melalui pengembangan kompetensi peserta didik tentang kesadaran hidup dalam dunia yang lebih adil, toleran, dan damai.
Kedua, penguatan nilai-nilai komitmen moral serta empati diluar kepentingan individu dan kelompok. Penguatan nilai moral dan empati merupakan kunci utama dalam pandangan konsep warga negara global. Dengan kata lain, warga negara dituntut untuk meminimalisir adanya kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum. Oleh karena itu diperlukan pemahaman secara umum bagi warga negara muda pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk bisa meningkatkan kemampuan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang menjunjung tinggi nilai keberagaman dalam setiap proses pembelajaran dan menumbuhkan persepsi akan pentingnya ikatan sosial antar masyarakat sebagai warga dunia yang merupakan satu kesatuan.
Pengetahuan dan pemahaman yang dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan meliputi: keadilan sosial, dan persamaan, keberagaman, globalisasi, dan saling ketergantungan, pembangunan berkelanjutan, perdamaian dan konflik. Materi-materi tersebut disusun untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik dan dijabarkan lebih rinci lagi dalam sub-materi yang disesuaikan dengan tingkat usia peserta didik.
Keterampilan yang dikembangkan mencakup berpikir kritis, kemampuan untuk mengemukakan pendapat secara efektif, kemampuan untuk melawan ketidakadilan, memiliki rasa hormat terhadap orang dan lingkungannya, dan kerjasama serta resolusi konflik. Keterampilan yang dikembangkan mulai dari yang sederhana sampai pada keterampilan yang lebih kompleks.
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi poros utama dalam menyiapkan warga negara global di era globalisasi. Generasi muda akan menghadapi tatanan dunia baru. Untuk dapat membangun wawasan global warga negara muda harus dibekali dengan sikap dan kemauan melakukan interaksi dengan sesama manusia yang mendasarkan pada prinsip-prinsip menjaga harkat dan martabat manusia sebagai makhluk mulia berdasarkan prinsip moral antara lain simpati dan respek. Simpati merupakan nilai-nilai dan sikap yang dimiliki seseorang untuk selalu memberikan perhatian kepada orang lain, terutama jika dalam keadaan yang tidak lebih baik dari diri kita.
Sedangkan respek dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk menjaga diri sendiri dari perbuatan yang dapat merugikan atau mengganggu hak-hak yang dimiliki orang lain. Artinya, pengembangan pendidikan kewarganegaraan selain menekankan pada aspek pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap juga harus menumbuhkan respek dan empati yang bersifat global, melewati batas-batas bangsa dan negara.
Cogan & Derricott dalam bukunya “Citizenship for the 21st Century ; An International Perspective on Education” (1998: 4) mengatakan bahwa karakteristik yang harus dimiliki oleh warga negara di abad 21 ini yaitu meliputi.
1) Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global;
2) Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memiliki tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat;
3) Kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan- perbedaan budaya;
4) Kemampuan berfikir kritis dan sistematis ;
5) Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; 6) Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan;
6) Kemampuan untuk memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb);
7) Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, internasional.
Karakteristik warga negara global inilah yang harus terus dikembangkan dan ditingkatkan pada proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, sehingga akan mampu menyiapkan calon warga negara global yang dapat berpartisipasi secara global dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, konflik dan isu-isu global secara bersama sebagai salah satu kewajiban warga negara global.
sumber : modul belajar mandiri pppk pkn , Pembelajaran 5. Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Warga Negara Global, kemdikbud
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar